Presiden Joko Widodo memberi tanggapan atas sentilan calon presiden nomor urut 1 Anies Baswedan mengenai indeks demokrasi indonesia. Dalam debat capres yang berlangsung Selasa (12/12) malam Anies menyebut demokrasi Indonesia sedang tidak baik-baik saja dalam beberapa waktu terakhir. 

Menanggapi pernyataan itu Jokowi mengatakan rezim pemerintahannya tidak pernah membatasi kebebasan bicara dan berpendapat pada masyarakat. Ia membantah narasi yang menyebut terjadi penurunan indeks demokrasi di era kepemimpinan Jokowi belakangan ini.

"Ada yang maki-maki presiden, ada yang caci maki presiden, ada yang merendahkan presiden, ada yang menjelekkan, juga biasa-biasa saja," kata Jokowi usai meninjau Proyek MRT Jakarta Fase 2 di Monas, Jakarta Pusat pada Jumat (15/12).

Jokowi menambahkan wacana mengenai penurunan indeks demokrasi merupakan sebuah masukan yang diserap oleh pemerintah sebagai bahan evaluasi. "Di area Patung Kuda, di depan Istana juga demo hampir setiap minggu, setiap hari juga ada. Juga engga ada masalah," ujar Jokowi.

Sebelumnya, dalam debat perdana Anies menyinggung soal sistem demokrasi Indonesia yang minim kebebasan berbicara, tidak bisa mengkiritik partai politik. "Indeks demokrasi kita menurun," kata Anies.

Adapun tema debat Capres 2024 pertama adalah soal pemerintahan, hukum, HAM, pemberantasan korupsi, penguatan demokrasi, peningkatan layanan publik dan kerukunan warga. Debat berlangsung di kantor KPU, Jakarta Pusat. 

Anies menyinggung soal sistem demokrasi Indonesia yang minim kebebasan berbicara, tidak bisa mengkritik partai politik. "Indeks demokrasi kita menurun," kata Anies.

Ia juga menyebut minimnya oposisi. Karena itu, pemilu menjadi ujian untuk menyelenggarakan dengan netralitas, jujur, dan adil. "Jadi, persoalan demokrasi kita lebih luas dari persoalan parpol," ucap Anies.

Menurut Indeks Demokrasi versi Economist Intelligence Unit (EIU), indeks demokrasi Indonesia masih tergolong cacat (flawed democracy). Indeks demokrasi Indonesia, selama era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) cenderung meningkat, dari 6,41 (2006) menjadi 6,95 (2014). Kemudian dalam pemerintahan Presiden Jokowi skornya berfluktuasi. Sempat mencapai 7,03 (2015) dan data terakhir mencapai 6,71 (2022).

EIU rutin menilai kondisi demokrasi di 165 negara berdasarkan lima indikator besar, yaitu proses pemilu dan pluralisme politik, tata kelola pemerintahan, tingkat partisipasi politik masyarakat, budaya politik, dan kebebasan sipil. Hasil penilaiannya kemudian dirumuskan menjadi indeks berskala 0-10. Semakin tinggi skornya, maka kualitas demokrasi suatu negara diasumsikan semakin baik.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu