Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Wakil Bendahara Umum (Wabendum) Tim Pemenangan Nasional Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar atau Timnas AMIN Rajiv. Rajiv diperiksa terkait kasus dugaan korupsi yang menjerat mantan Menteri Pertanian yang juga politikus Partai Nasional Demokrat Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Usai menjalani pemeriksaan, Rajiv mengatakan dirinya berharap penyidik yang memeriksa bisa bersikap profesional. Ia pun masyarakat menilai apakah pemeriksaan terhadap dirinya bernilai politis atau tidak.
"Merasa politik? Saya no comment (tidak berkomentar), Biar masyarakat yang menilai, tapi saya yakin tim penyidik menjadi profesional. KPK profesional, kita doakan, insya Allah," ujar Rajiv di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selasa (30/1).
Rajiv diperiksa oleh KPK dalam kapasitasnya sebagai pihak swasta. Ia dimintai keterangan sebagai saksi dalam kasus kasus dugaan pemerasan maupun gratifikasi di lingkungan Kementerian Pertanian itu.
Rajiv mengaku dicecar dengan sekitar 10 pertanyaan oleh penyidik. "Terkait ini di luar biodata ada berapa, ya? Ada 10 kali, ya," ucap Rajiv.
Rajiv sebelumnya telah dipanggil oleh KPK pada Jumat (26/1). Akan tetapi, ia berhalangan hadir pada saat itu dan baru bisa hadir setelah mendapat panggilan ulang pemeriksaan.
Sebelumnya KPK telah menetapkan Syahrul Yasin sebagai tersangka dalam dugaan korupsi di Kementan, Ia ditahan pada Jumat (13/10) tahun lalu bersama Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta (MH). Mereka ditahan dua hari setelah KPK menahan Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono (KS) dalam kasus yang sama.
Perkara dugaan korupsi di Kementan bermula saat Syahrul Yasin menjabat sebagai Menteri Pertanian periode 2019—2024. Dengan jabatannya tersebut, Syahrul lantas membuat kebijakan personal, di antaranya melakukan pungutan hingga menerima setoran dari ASN internal Kementan untuk memenuhi kebutuhan pribadi, termasuk keluarga intinya.
Kebijakan untuk memungut hingga menerima setoran tersebut berlangsung mulai 2020 hingga 2023. Syahrul disebut menginstruksikan dengan menugasi Kasdi Subagyono dan Muhammad Hatta melakukan penarikan sejumlah uang dari unit eselon I dan II dalam bentuk penyerahan tunai, transfer rekening bank hingga pemberian dalam bentuk barang maupun jasa.
Atas arahan Syahrul, tersangka Kasdi dan Muhammad memerintahkan bawahannya untuk mengumpulkan sejumlah uang di lingkup eselon I, yakni para direktur jenderal, kepala badan, hingga sekretaris masing-masing eselon I dengan besaran nilai yang telah ditentukan SYL kisaran mulai US$ 4.000 hingga US$ 10.00.
KPK menyebut terdapat bentuk paksaan dari Syahrul terhadap ASN di Kementan, seperti dengan dimutasi ke unit kerja lain hingga mendisfungsionalkan status jabatannya. Penerimaan uang melalui Kasdi dan Muhammad sebagai representasi orang kepercayaan SYL itu secara rutin setiap bulan dengan menggunakan pecahan mata uang asing.