Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menyampaikan bahwa seluruh visi-misi yang ditawarkan oleh setiap pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) belum mampu menjawab permasalahan pendidikan di Indonesia saat ini.
Koordinator JPPI, Ubaid Matraji, menguraikan ada tiga masalah krusial dalam ekosistem pendidikan nasional saat ini. Tiga persoalan tersebut adalah sistem pembayaran sekolah dan kuliah yang cenderung mengarah kepada komersialisasi pendidikan, angka putus sekolah tinggi dan upah minim tenaga pendidik.
Ubaid menjelaskan, mekanisme liberalisasi pendidikan kian terlihat setelah adanya kebijakan dari beberapa universitas yang memperbolehkan mahasiswa agar mengakses pinjaman online (pinjol) untuk membayar tagihan uang kuliah tunggal (UKT).
Menurut Ubaid, langkah tersebut bertentangan dengan Pasal 31 Ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 yang mengamanatkan setiap warga negara berhak mendapatkan akses pendidikan.
Pernyataan tersebut merupakan salah satu topik pembahasan dalam diskusi Publik bertajuk Bedah Gagasan Capres atas Akar Persoalan Pendidikan yang disiarkan secara daring oleh kanal Youtube Sahabat ICW pada Jumat (2/2).
“Contoh satu misalnya, hari ini sudah sekitar 1 minggu lebih mahasiswa ITB ikut demo setiap hari, mereka merasa bahwa UKT-nya ketinggian, sampai kemudian mahasiswa dipaksa untuk berhubungan dengan pinjol, ada ratusan mahasiswa yang sudah gagal bayar,” kata Ubaid.
Dia melanjutkan, mekanisme pembayaran UKT lewat pinjol telah menyasar secara masif ke sejumlah universitas lewat mekanisme kerja sama antara penyedia jasa pinjol dan kampus.
“Tapi nyatanya yang kuliah hanya yang kaya saja. Dan bagi yang tidak punya ekonomi lebih ingin kuliah, ya silakan anda berhubungan dengan pinjol. Apakah ada capres yang membicarakan ini?” ujar Ubaid.
Dia pun juga menyinggung fenomena angka putus sekolah yang cenderung tinggi. Menurut Ubaid, angka putus sekolah tertinggi malah terjadi di DKI Jakarta sebagai kota dengan predikat anggaran pendidikan terbesar di Indonesia. “Akan tetapi, DKI Jakarta menyandang predikat kota dengan angka putus sekolah dasar tertinggi di Indonesia," kata Ubaid.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi mencatatkan ada 75.303 anak di DKI Jakarta putus sekolah pada 2022. Selain di wilayah DKI, Ubaid juga menyampaikan bahwa tingkat putus sekolah di Jawa Tengah (Jateng) terbilang cukup tinggi.
"Baik pasangan no 2 atau no 3 ini adalah orang-orang yang terlibat dalam kebijakan pendidikan di Jawa Tengah. Ini juga sama tingkat literasi di Jateng, angka putus sekolah di Jateng masih tergolong sangat tinggi," ujar Ubaid.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jateng mencatat jumlah anak putus sekolah mencapai 16.910 orang. Dari jumlah tersebut, 6.399 diantaranya merupakan anak berusia 15-18 tahun yang umumnya berada di jenjang SMA/SMK.
JPPI juga menyoroti masalah krusial di sistem pendidikan nasional, yakni pada minimnya upah atau gaji guru. Ubaid mengatakan tiga pasangan capres cawapres belum ada yang menaruh perhatian lebih pada isu-isu terkait kesejahteraan guru atau tenaga pendidik.
"Dari gagasan para paslon, tidak ada satu pun gagasan yang bisa mengurai problem yang dihadapi guru saat ini," kata Ubaid.