Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menolak penggunaan Sistem Informasi Rekapitulasi Elektronik (Sirekap) milik Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam proses penghitungan suara Pemilihan Umum 2024. PDIP meminta rekapitulasi tunggal berdasarkan perhitungan manual.
Penolakan itu disampaikan melalui Surat Pernyataan Penolakan yang yang dilayangkan ke KPU RI, pada Selasa (20/2). Surat itu ditandatangani oleh Ketua DPP PDIP Bambang Wuryanto dan Sekjen Hasto Kristiyanto.
"PDI Perjuangan secara tegas menolak penggunaan Sirekap dalam proses rekapitulasi penghitungan perolehan suara hasil pemilu 2024 di seluruh jenjang tingkatan pleno," tulis Bambang seperti dikutip dari surat pernyataan, Rabu (21/2).
Penolakan didasari atas permasalahan hasil penghitungan perolehan suara pada alat bantu Sirekap dalam skala nasional. Selain itu, pada 18 Februari 2024 KPU RI memerintahkan pada seluruh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota untuk menunda rekapitulasi perolehan suara dan penetapan hasil Pemilu di tingkap pleno Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dijadwalkan ulang menjadi tanggal 20 Februari 2024.
PDIP menilai, kegagalan Sirekap sebagai alat bantu dalam tahapan pemungutan dan penghitungan suara di TPS serta proses rekapitulasi hasil perolehan penghitungan suara di tingkat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) merupakan dua hal yang berbeda. Sehingga, penundaan tahapan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di tingkat PPK menjadi tidak relevan.
PDIP menilai KPU tidak perlu melakukan penundaan tahapan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di tingkat PPK karena tidak terdapat situasi kegentingan yang memaksa atau darurat.
Partai Banteng menyatakan permasalahan kegagalan Sirekap sebagai alat bantu harus segera ditindaklanjuti dengan mengembalikan proses rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara manual berdasarkan sertifikat hasil penghitungan suara C. Hal itu berdasarkan ketentuan Pasal 393 ayat (3) UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
"Rekapitulasi penghitungan suara dilakukan dengan membuka kotak suara tersegel untuk mengambil sampul yang berisi berita acara pemungutan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara, kemudian kotak suara ditutup dan disegel kembali, sebagaimana tertuang dalam ketentuan Pasal 393 ayat (3) UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum," bunyi surat tersebut.
Lebih jauh, PDIP juga menolak keputusan KPU yang menghentikan sementara penghitungan perolehan suara di tingkat pleno PPK. PDIP menilai hal itu dapat membuka celah kecurangan dalam tahapan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara.
PDIP juga menilai kegagalan Sirekap melanggar asas kepastian hukum, efektivitas, efisiensi, dan akuntabilitas penyelenggaraan Pemilu 2024. PDIP pun mendesak dilakukannya audit forensik digital atas penggunaan alat bantu Sirekap dalam penyelenggaraan Pemilu 2024.
Ia meminta hasil audit forensik atas Sirekap KPU kemudian dibuka ke publik sebagai bentuk pertanggungjawaban KPU dalam penyelenggaraan pemilu 2024.
Akurasi data yang ditampilkan dalam Sirekap menjadi sorotan lantaran terdapat banyak ketidaksesuaian data dengan yang diunggah oleh KPPS dengan hasil akhir di TPS. KPU mengakui terdapat ketidakcermatan aplikasi Sirekap dalam memindai gambar dan menampilkannya dalam angka-angka rekapitulasi. KPU mencatat terdapat kesalahan data dari 1.223 TPS pada aplikasi Sirekap.