Presiden Joko Widodo (Jokowi) menugaskan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi untuk bernegosiasi ketahanan pangan dengan Vietnam. Tujuannya agar pembicaraan ketahanan pangan tak hanya fokus pada komoditas beras.
Retno juga telah melaporkan hasil pertemuan bilateral dengan Menteri Luar Negeri Vietnam Bui Thanh Son di Hanoi pada Rabu, 24 April lalu. Dalam forum tersebut, kedua negara sepakat untuk meningkatkan target perdagangan sebesar US$ 18 miliar atau sekira Rp 291,9 trilun pada 2028.
"Kedua negara sudah membuat perjanjian mengenai masalah ketahanan pangan antara Indonesia dengan Vietnam," kata Retno di Istana Merdeka Jakarta pada Jumat (26/4).
Untuk mencapai target ini, Indonesia-Vietnam perlu terus mengurangi hambatan dagang dan segera menuntaskan perjanjian ketahanan pangan serta mengoptimalkan peran Joint Committee on Economic, Scientific and Technical Cooperation (JC-ESTC).
JC-ESTC merupakan forum resmi yang dibentuk oleh kedua negara untuk membahas kerjasama dalam bidang ekonomi, pertukaran informasi, teknologi, dan pembangunan ekonomi.
Retno optimistis, diplomasi ketahanan pangan dengan Vietnam bisa berjalan positif seiring peningkatan nilai perdagangan kedua negara hingga 12,8% dalam 5 tahun terakhir.
"Saya laporkan ke Pak Presiden dan tanggapan Bapak Presiden mengatakan ‘oke, segera siapkan untuk mulai negosiasi’," ujar Retno.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan kenaikan impor beras mencapai 921,51% secara tahunan pada Maret 2024. Dari situ, Indonesia mengimpor beras hingga 567,22 ribu ton beras dengan nilai US$ 371,60 juta atau sekira Rp 6,03 triliun. Adapun impor beras Indonesia pada Maret 2024 juga meningkat 29,29% jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Berdasarkan data BPS, mayoritas impor beras berasal dari Vietnam sebesar 286,26 ribu ton, Thailand sebesar 142,65 ribu ton, Myanmar sebesar 76,61 ribu ton, Pakistan sebesar 61,57 ribu ton dan India sebesar 100 ton.