Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan tidak akan memberlakukan pembatasan distribusi bahan bakar minyak (BBM) mulai 17 Agustus mendatang. Dia mengatakan pemerintah belum pernah membicarakan wacana itu di forum rapat resmi kabinet.
"Tidak ada. Belum ada pemikiran ke sana. Belum rapat juga," kata Jokowi saat menggelar konferensi pers di Pangkalan Angkatan Udara (Lanud) Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur pada Selasa (16/7).
Wacana mengenai pengetatan penyaluran BBM bersubsidi pada saat HUT ke-79 Kemerdekaan Indonesia itu berawal dari pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Dia mengatakan tujuan rencana itu untuk mengurangi penyaluran subsidi BBM yang tidak tepat sasaran. Pernyataan tersebut ia sampaikan ketika membahas permasalahan terkait penggunaan bensin yang membuat defisit APBN naik. Namun dengan pengetatan penerima subsidi, pemerintah dapat menghemat APBN 2024.
“Kami berharap 17 Agustus ini, kami sudah bisa mulai, di mana orang yang tidak berhak dapat subsidi itu akan bisa kami kurangi,” ujar Luhut melalui akun instagramnya, Selasa (9/7).
Pemerintah telah menetapkan aturan untuk membatasi distribusi BBM Solar melalui Surat Keputusan (SK) Kepala BPH Migas Nomor 04/P3JBT/BPH MIGAS/KOM/2020. Dalam SK tersebut, kendaraan pribadi roda empat dibatasi pembelian maksimal 60 liter per hari.
Selanjutnya, angkutan umum orang atau barang roda empat dibatasi 80 liter per hari dan angkutan umum orang atau barang roda enam maksimal 200 liter per hari.
Narasi yang disuarakan oleh Luhut juga ditepis oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Dia mengatakan belum ada keputusan dari pemerintah untuk memperketat distribusi BBM subsidi mulai 17 Agustus mendatang.
Dia menyebut rencana untuk menerapkan mekanisme seleksi konsumen BBM bersubsidi masih dalam tahap koordinasi lintas kementerian dan lembaga. "Pemerintah akan rapatkan lagi. Sejauh ini belum ada keputusan," kata Airlangga di Istana Merdeka Jakarta pada Rabu (10/7).
Kendati demikian, dia menyatakan beleid rancangan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM telah rampung dan tinggal menunggu persetujuan Presiden Jokowi.
Lewat revisi Perpres tersebut, pemerintah berencana mengatur pembelian BBM bersubsidi solar dan Pertalite. Perpres tersebut nantinya akan mengatur kriteria kendaraan mewah yang dilarang membeli BBM bersubsidi. "Perpres sudah selesai, dan tentu butuh persetujuan. Nanti kami rapatkan. Setelah rapat, baru didorong," ujar Airlangga.
Lebih jauh, dia mengatakan kebijakan pembatasan penyaluran BBM bersubsidi harus mempertimbangkan dampak terhadap keuangan negara dengan memperhitungkan konsekuensi fiskal negara atau anggaran pemerintah, seperti perubahan pendapatan, pengeluaran, defisit maupun utang. "Revisi Perpres 191 masih harus dirapatkan dan dikoordinasikan dulu. Tentu ada perhitungan daripada konsekuensi fiskal," kata Airlangga.