Profil Ibnu Basuki, Wakil Ketua KPK Pilihan DPR Pernah Bebaskan Terdakwa Korupsi

ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/nym.
Anggota DPR memasukkan kertas suara saat voting pemilihan dan penetapan calon pimpinan (Capim) KPK di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (21/11/2024).
Penulis: Ira Guslina Sufa
21/11/2024, 16.23 WIB

Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat menetapkan lima pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPk) periode 2024-2029. Keputusan diambil dalam rapat pleno yang berlangsung di ruang rapat Komisi III DPR, Kamis (21/11). 

Dalam rapat yang dipimpin Ketua Komisi III Habiburokhman, DPR menyetujui penetapan Setyo Budiyanto sebagai Ketua KPK. ia meraih suara terbanyak dalam pemilihan Ketua KPK dengan raihan 45 suara. 

Selain Setyo, empat Calon Pimpinan KPK lainnya yang disetujui berdasarkan hasil penghitungan suara yakni Fitroh Rohcahyanto, Ibnu Basuki Widodo, Johanis Tanak, dan Agus Joko Pramono. 

Menurut Habiburokhman, berdasarkan Pasal 30 ayat 10 dan ayat 11 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, bahwa DPR RI wajib memilih dan menetapkan lima calon pimpinan KPK dan seorang di antaranya menjadi ketua.

"Sedangkan empat orang lainnya dengan sendirinya menjadi wakil ketua," kata Habiburokhman memimpin rapat. Pada pemilihan pimpinan, Johanis Tanak mendapatkan 48 suara, lebih banyak daripada Setyo. Namun, dari 48 suara itu hanya 2 suara yang memilih dirinya untuk menjadi Ketua KPK. 

Serupa dengan Tanak, Fitroh pun mendapatkan 48 suara, tetapi hanya satu suara yang memilihnya menjadi Ketua KPK. Sedangkan Agus mendapatkan 38 suara dan Ibnu Basuki mendapat 32 suara. 

Rekam Jejak Ibnu Basuki Widodo Disorot 

Masuknya Ibnu Basuki dalam daftar pimpinan KPK pilihan DPR menjadi perhatian lantaran sebelumnya ia mendapatkan pertanyaan cukup kritis dari Komisi Hukum saat mengikuti uji kepatutan dan kelayakan atau fit and proper test.  

Pada sesi pendalaman dalam uji kelayakan, Ibnu sempat mendapat pertanyaan dari politikus partai  NasDem, Rudianto Lallo. Saat itu Rudianto menyoroti rekam jejak Ibnu saat menjadi hakim yang tercatat pernah memvonis bebas terdakwa korupsi.

Dalam perjalanan menjadi hakim, Ibnu pernah mengeluarkan vonis yang membebaskan terdakwa korupsi, Ida Bagus Mahendra Jaya Marth dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Putusan itu dibuat pada Oktober 2014 dalam kasus pengadaan alat laboratorium IPA MTs di Kementerian Agama pada 2010. Adapun Ibnu saat itu menjadi hakim anggota 

Selain menyorot pengalaman Ibnu membebaskan terdakwa korupsi, Rudianto mempertanyakan motif Ibnu beralih profesi dari sebelumnya sebagai hakim menjadi pimpinan KPK. Padahal menurut Rudianto, biasanya hakim akan memilih menjadi hakim agung daripada ikut seleksi pimpinan KPK. 

Sorotan terhadap Ibnu juga sempat dilayangkan oleh anggota Komisi Hukum dari Partai Demokrat Hinca Panjaitan. Ia mempertanyakan sikap Ibnu yang pernah melarang jurnalis untuk meliput sidang perkara korupsi. Hal itu terjadi saat ia menjabat sebagai humas pengadilan yang menyidangkan kasus korupsi KTP Elektronik atau E-KTP dengan terdakwa korupsi, Setya Novanto.

"Cerita fakta yang saya angkat ini menjadi tolak ukur kami ke saudara calon," kata Hinca.

Usai mendapat pertanyaan dari anggota DPR, Ibnu tak memberi penjelasan ataupun bantahan. Ia memilih hanya menjawab soal motif memilih ikut mendaftar jadi pimpinan KPK. Menurut Ibnu secara prinsip tidak ada perbedaan yang mencolok antara tugas menjadi hakim dengan pimpinan KPK lantaran sama-sama mengadili dan memproses perkara korupsi. 

Ia pun menjelaskan dalam pandangannya terdapat persamaan tujuan antara menjadi seorang hakim dan pimpinan KPK. Kedua posisi itu memiliki niat dan semangat yang sama untuk memberantas korupsi. 

Reporter: Ade Rosman