Prabowo Janjikan Danantara Tetap Bisa Diaudit, KPK Bisa Periksa

Presiden Prabowo Subianto menjanjikan aktivitas Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) harus dapat diaudit setiap saat oleh siapa pun.
Presiden juga meminta agar pengelolaan Danantara dapat dikelola secara transparan dan hati-hati. “Harus bisa diaudit setiap saat oleh siapa pun, karena ini sekali lagi adalah milik anak dan cucu kita, milik generasi penerus bangsa Indonesia,” kata Prabowo dalam peluncuran Danantara di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (24/2).
Keterangan serupa Kepala Danantara Rosan Roeslani. Menteri Investasi dan Hilirisasi itu mengatakan menegaskan bahwa tidak ada pejabat Danantara yang kebal hukum nantinya.
Rosan mengatakan, lembaga seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) punya kewenangan untuk bertindak apabila terjadi pelanggaran hukum dalam pengelolaan Danantara.
Rosan mengatakan, pengawasan terhadap kinerja pejabat Danantara cenderung terbuka karena sejumlah badan usaha milik negara (BUMN) anggota Danantara melaksanakan program kewajiban layanan publik atau public service obligation (PSO).
"Tidak ada yang kebal hukum di negara ini. Jadi KPK bisa, apalagi kalau ada tindakan yang tidak patut atau kriminal, sangat-sangat bisa," kata Rosan.
Presiden Prabowo Subianto telah mengesahkan sejumlah instrumen hukum yang mengatur aktivitas Danantara. Ketentuan tersebut adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 2025 tentang Organisasi dan Tata Kelola Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara.
Selain itu, Prabowo juga menandatangani Keputusan Presiden Nomor 30 tahun 2025 tentang Pengangkatan Dewan Pengawas dan Badan Pelaksana Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara.
Draf revisi UU BUMN sebelumnya memasukan klausul business judgement rule (BJR) yang membuka celah bagi seorang direksi BUMN untuk lolos dari jeratan hukum sekalipun keputusannya berpotensi melanggar aturan dan merugikan negara.