YLKI, DPR Minta Pertamina Ganti Rugi jika Terbukti Motor Brebet Imbas Pertalite

ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani/nym.
Petugas gabungan memeriksa mutu BBM jenis pertalite saat inspeksi mendadak di salah satu Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Kamis (30/10/2025).
Penulis: Desy Setyowati
2/11/2025, 12.00 WIB

Pertamina membuka 17 posko aduan dugaan motor ‘brebet’ atau mogok setelah mengisi Bahan Bakar Minyak alias BBM Pertalite di Jawa Timur. Namun Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia atau YLKI, Ombudsman, dan DPR menilai perlu ada ganti rugi, jika terbukti benar.

Sebanyak 17 posko itu ditempatkan di SPBU ditempatkan di sekitar SPBU yang dicurigai bermasalah.

"Konsumen yang benar-benar mengalami kerugian dalam insiden ini harus mendapatkan kompensasi ganti rugi akibat dampak," kata Ketua Umum YLKI Niti Emiliana dikutip dari Antara, Sabtu (1/11).

Ia juga berharap Pertamina transparan kepada konsumen mengenai hasil uji laboratorium. Selain itu, menindak tegas SPBU jika terbukti melakukan pelanggaran, serta perbaikan secara menyeluruh untuk meningkatkan kualitas dan kepercayaan konsumen.

Kepala Perwakilan Ombudsman RI Jawa Timur Agus Muttaqin menilai langkah Pertamina membuka 17 posko pengaduan pemilik motor rusak setelah mengisi pertalite, itu positif. Hal ini sesuai Perpres Nomor 76 Tahun 2013 tentang Sistem Pengaduan Pelayanan Publik.

“Ini bisa meredam sekaligus solusi cepat menangani permasalahan di masyarakat," ujar dia.

Namun ia juga menilai perlu ada ganti rugi jika terbukti ada kerusakan pada motor setelah mengisi BBM Pertalite. "Pertamina harus bertanggung jawab menggunakan prinsip strick-liability, dengan memberi kompensasi atas kerugian material konsumen,” sambung dia.

Anggota Komisi VI DPR Fraksi PKB Nasim Khan juga meminta Pertamina dan SPBU memberikan ganti rugi jika terbukti motor ‘brebet’ setelah mengisi BBM Pertalite.

“Kami ingin masalah di Jawa Timur ini segera diusut tuntas dan tidak terulang di daerah lain. Jika terbukti ada masalah, Pertamina dan SPBU wajib memberikan ganti rugi kepada pemilik kendaraan,” kata dia dalam keterangan pers, Sabtu (1/11).

Ia menyampaikan, Komisi VI DPR berencana memanggil Pertamina dalam rapat dengar pendapat (RDP) untuk meminta penjelasan resmi mengenai insiden motor ‘brebet’ setelah mengisi BBM Pertalite.

Jika investigasi menemukan adanya pihak yang tidak bertanggung jawab dalam proses distribusi BBM atau pengelolaan SPBU, harus diberikan sanksi tegas. Nasim juga mendorong Pertamina mencabut izin SPBU yang terbukti melakukan pelanggaran.

Menurut dia, investigasi perlu dilakukan menyeluruh, mulai dari jalur distribusi Pertamina hingga tangki penyimpanan di SPBU. Ia menyebut Pertamina telah menindaklanjuti laporan dengan membuka posko pengaduan.

Legislator asal Jawa Timur itu juga meminta Pertamina memperketat pengawasan mutu BBM di lapangan melalui uji kualitas secara berkala di seluruh SPBU. Ia menilai pengawasan konsisten penting untuk mencegah penurunan mutu BBM yang merugikan konsumen.

“Jika pengawasan hanya dilakukan setelah ada masalah, itu berarti sistem belum berjalan efektif. Masyarakat harus merasa aman dan percaya saat mengisi BBM di SPBU,” kata Nasim.

Ia menambahkan, Pertamina sebagai BUMN energi dengan bisnis terintegrasi dari hulu hingga hilir harus menjaga kepercayaan publik melalui pemastian kualitas BBM.

Hasil Uji Kualitas BBM Pertalite oleh Pertamina dan Lemigas

PT Pertamina Patra Niaga menggandeng Balai Besar Pengujian Minyak dan Gas Bumi atau Lemigas untuk menguji kualitas BBM jenis Pertalite, terkait dugaan motor ‘brebet’.

“Kami bersama Lemigas, tentunya yang mempunyai kapabiliti dan otoriti untuk menentukan kualitas BBM, memeriksa kondisi penyaluran BBM di SPBU Pertamina,” kata Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Mars Ega Legowo Putra di SPBU Jemursari, Surabaya, Jumat (31/10).

Pertamina telah mengecek Pertalite di hampir 300 SPBU wilayah Pantai Utara (Pantura) Jawa Timur mulai dari Tuban, Lamongan, Gresik, Surabaya, Bojonegoro hingga Malang.

Pengecekan dilakukan melalui beragam metodologi mulai dari pasta air, mekanisme densitas, visual clarity hingga kecermatan warna BBM. “Sejauh ini, kami tidak menemukan indikasi hal itu,” ujarnya.

Koordinator Pengujian Aplikasi Produk Balai Besar Pengujian Minyak dan Gas Bumi Lemigas Cahyo Setyo Wibowo mengatakan instansi telah melakukan pengujian langsung BBM yang ada di tangki pengirim, tangki pendam SPBU, dan juga di nozzle SPBU.

Prosedur pengujian dimulai dengan mengirim sampel BBM ke Lemigas dan sampai 31 Oktober didapatkan hasil on spesifikasi yang masuk atau sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan pemerintah.

Ia mengatakan BBM jenis Pertalite yang dijual Pertamina telah sesuai dengan acuan Surat Keputusan Dirjen Minyak dan Gas Bumi Nomor 0486.K/10/DJM.S/2017 tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Minyak Jenis Bensin 90 Yang Dipasarkan Di Dalam Negeri.

“Itu yang dijual oleh Pertamina dengan produk namanya Pertalite. Acuannya jelas, nomor SK Dirjennya itu nomor 486 tahun 2017,” kata Cahyo.

Bahkan seluruh pengujian mulai dari metode, cara hingga prosedurnya sudah mengacu standar yang ditetapkan pemerintah.

“Apapun yang dijual dan oleh siapapun, baik Pertamina ataupun di luar Pertamina, itu spesifikasi mengacu dengan standar dan mutu atau spesifikasi, contoh bahan bakar minyak jenis bensin 90,” kata Cahyo.

Ahli Teknik Kimia: Motor Brebet Tidak Terkait Langsung BBM

Ahli Teknik Kimia ITS Prof. Renanto menjelaskan bahwa fenomena gangguan mesin kendaraan tidak dapat langsung dikaitkan dengan BBM.

Menurut dia, secara teori, karakteristik kimia hidrokarbon pada bahan bakar tidak memungkinkan air untuk larut dalam jumlah besar di dalamnya.

“Hasil uji spek BBM Pertalite yang tadi sudah disampaikan sesuai dengan standar, maka tentu saja Pertalite ini akan bebas air,” kata Renanto.

“Jadi tidak masalah kalau Pertalite digunakan sebagai bahan bakar untuk motor, hanya spesifikasi kebutuhan BBM motornya harus disesuaikan, apakah sesuai dengan Pertalite,” Renanto menambahkan.

Perwakilan mekanik bengkel otomotif di Surabaya, Juanda juga mengatakan bahwa fenomena gangguan pada kendaraan tidak semata-mata disebabkan oleh bahan bakar, melainkan bisa berasal dari berbagai faktor teknis pada komponen kendaraan.

Berdasarkan hasil pemeriksaan di bengkel miliknya dalam beberapa hari terakhir, sebagian besar kasus dapat diatasi melalui pengecekan dan perawatan rutin.

“Masalah brebet itu bisa disebabkan banyak hal. Di bengkel, kami periksa dulu tekanan pompa bensin, sensor-sensor injeksi, dan kondisi busi. Dari banyak kasus yang datang, ternyata yang paling sering penyebabnya ada di busi. Setelah diganti, mesin langsung kembali normal,” kata Juanda.

Ia juga mengingatkan agar masyarakat tidak langsung menyimpulkan penyebab gangguan dari bahan bakar sebelum memastikan kondisi kendaraan sesuai spesifikasinya.

“Setiap sepeda motor punya rekomendasi oktan bahan bakar sendiri. Jadi sesuaikan dulu dengan spek motor, jangan panik. Kadang cukup ganti busi saja sudah selesai,” sambung Juanda.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.