Dampak kebijakan insentif pajak untuk pembelian mobil baru mulai dirasakan penjual mobil bekas. Ini lantaran banyak masyarakat yang ingin menjual mobil lamanya untuk membeli mobil baru yang mendapatkan insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) 0%.
Oleh karena itu pedagang mobil bekas membatasi belanja mereka untuk mobil-mobil yang termasuk dalam daftar penerima insentif untuk mengantisipasi penurunan harga dan kelebihan stok.
"Kalau momen tertentu biasanya banyak yang mencari kendaraan bekas, dan memang ada pasarnya sendiri. Namun kalau adanya lonjakan menjual mobkas, itu yang mau beralih ke kendaraan baru karena adanya insentif PPnBM itu," jelas pemilik Khayangangarage.id, Selasa (23/3).
Itu lah mengapa penjual mobil membatasi pembeliannya untuk mengurangi risiko walaupun mobil bekas memiliki pasarnya sendiri.
Survei KedaiKOPI menunjukkan mayoritas responden masih enggan membeli mobil, meski Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) telah direlaksasi. Simak databoks berikut:
Di sisi lain, dia mengatakan bahwa salah satu taktik menjual mobil bekas di tengah insentif PPnBM mobil baru adalah dengan menjual kendaraan yang tidak masuk dalam daftar penerima insentif pajak tersebut.
"Karena PPnBM kan enggak semua mobil, masih ada wilayah-wilayah yang harus kita selamatkan seperti kendaraan-kendaraan yang tidak masuk daftar PPnBM tersebut. Seperti kendaraan SUV atau 7 seater yang memang banyak digemari oleh masyarakat," kata dia.
Selain itu, ia mengatakan bahwa penjualan mobil bekas beberapa waktu terakhir ini cukup sepi. Meski demikian ia mengklaim itu bukan karena kebijakan insentif PPnBM, melainkan daya beli masyarakat yang masih lemah imbas pandemi.
"Kalau penjualan saat ini efek dari adanya PPnBM 0% belum terasa, karena emang adanya pandemi itu yang kerasa banget. Dulu biasanya bisa menjual lebih dari 10 unit perbulan, sekarang hanya 3-5 unit," kata dia.
Harga Mobil Bekas Tertekan
Meski demikian, tak dapat dipungkiri bahwa insentif pajak mobil baru 0% menyebabkan terjadinya perubahan harga di segmen mobil bekas.
Sejumlah pedagang mobil bekas terpaksa menurunkan harga untuk menarik daya beli konsumen di tengah kondisi pasar mobil bekas yang sepi. Di sisi lain konsumen juga memiliki opsi membeli mobil baru dengan harga yang lebih terjangkau karena insentif tersebut.
"Penjualan sekarang lagi sepi-sepinya. Jauh lebih sepi dibanding waktu awal corona. Mungkin karena efek PPnBM 0%, daerah jadi ga belanja. Otomatis pasar mobil bekas juga lesu " ungkap penjual mobil bekas Arek Mobilindo.
Meski demikian, kendaraan-kendaraan Multi Purpose Vehicle (MPV) seperti Avanza, Xenia masih memberikan harapan kepada pedagang kendaraan mobil bekas yang memang sedang mengalami penurunan konsumen. "Tapi mobil seperti Avanza, Xenia, Terios, Rush masih laku. Tapi paling dalam sebulan hanya jual 5 unit saja," kata dia.
Menurut penjual mobil bekas dan pantauan harga di platform ecommerce mobil bekas, Toyota Avanza 1.3 E A/T (2020) saat ini berkisar antara Rp 154 juta hingga Rp 155 juta dengan kondisi yang sangat layak. Untuk tahun 2019 Avanza 1.3 E A/T dibadnerol berkisar Rp 143 juta.
Daihatsu Xenia 1.3 X M/T 2019 Silver di badnerol berkisar Rp 140 juta, sedangkan untuk tahun 2020, Daihatsu Xenia 1.3 X M/T dibanderol Rp145 juta hingga Rp 150 juta.
Untuk mobil Wuling Confero S Plus Manual 2019 sekitar Rp 90 - 100 juta, sedangkan tipe yang sama produksi tahun 2020 berkisar Rp 132 juta.
Selain itu, Suzuki New Ertiga GX Sport Matic tahun tahun 2019 dibanderol berkisar antara Rp186 juta sampai dengan Rp 195 juta. Untuk tahun 2020 sendiri, dibanderol di atas Rp 200 juta.
Kendaraan lain yang masuk dalam daftar penerima insentif PPnBM 0% adalah Mitsubishi Xpander. Jika dilihat dari marketplace, Mitsubishi Xpander 1.5 ULTIMATE 2019 dibanderol Rp 170 juta. Sedangkan untuk tahun 2020 dengan varian yang sama dibanderol berkisar Rp 205 juta.
Honda Mobilio tipe E produksi 2019 dibanderol mulai Rp 165 juta hingga Rp 194 juta. Untuk varian 2020, Honda Mobilio tipe RS dibanderol sekitar Rp 205 juta.
Seperti diketahui, skema pelonggaran biaya PPnBM dibagi menjadi tiga fase dalam sembilan bulan. Pada tiga bulan pertama, Maret-Mei, pemerintah memberikan insentif 0%. Tahap kedua, Juni-Agustus, PPnBM 50% dari tarif, dan periode terakhir, September-Oktober, PPnBM 25% dari tarif.