Kementerian Pertanian (Kementan) akan memotong atau afkir ayam hidup (parent stock/PS) ras broiler yang berumur di atas 68 minggu. Upaya ini dilakukan guna mengendalikan stok yang berlebih dan menstabilkan harga ayam.
"Upaya-upaya untuk membantu peternak dalam memulihkan harga livebird (ayam ras potong) terus dilakukan dan dikoordinasikan dengan pihak terkait," kata Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan I Ketut Diarmita seperti dikutip dari siaran pers, Kamis (27/6).
Pemotongan akan dilakukan oleh seluruh pembibit PS ayam ras broiler selama dua pekan, dari 26 Juni sampai 9 Juli 2019. Langkah ini juga diikuti Pakta Integritas antara pemerintah dengan perusahaan pembibit PS ayam ras broiler tersebut.
Ketut mengatakan, evaluasi pelaksanaan pemotongan live bird akan dilaksanakan satu minggu setelah tenggat waktu. Apabila harga masih belum sesuai dengan acuan, pemotongan ayam ras broiler berumur 60 minggu akan disertai evaluasi berkala hingga harganya stabil.
Selain itu, Ketut mengatakan pihaknya meminta pelaku usaha perunggasan untuk meningkatkan kapasitas pemotongan di Rumah Potong Hewan Unggas (RPHU) sampai 30% dari jumlah produksi live bird internal. Hal ini sesuai ketentuan Pasal 12 Ayat (1) Permentan Nomor 32 Tahun 2017 tentang Penyediaan, Peredaran dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi.
Kementan juga mengeluarkan rencana aksi bersama penanganan ayam ras broiler secara menyeluruh hingga pasca panen. Langkah ini dilakukan dengan melibatkan semua pihak terkait. "Kami harapkan langkah-langkah strategis tersebut dapat segera mengembalikan harga LB sesuai dengan harga acuan Kemendag," kata Ketut.
(Baca: Tekan Kerugian Peternak, Kemendag Kaji Harga Acuan Ayam)
Harga ayam seharusnya sesuai Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 96 Tahun 2018 tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani dan Penjualan di Konsumen. Dalam aturan ini, harga pembelian ayam ras di tingkat petani ditetapkan sekitar Rp 18-20 ribu per kilogram. Sementara, harga penjualan ayam ras di tingkat konsumen sebesar Rp 34 ribu per kilogram.
Namun, berdasarkan pantauan Petugas Informasi Pasar (PIP) pada Selasa lalu, rata-rata harga per kilogram livebird di nasional adalah Rp 20.216. Sementara, harganya di Jawa berkisar Rp 11.327. Di Jawa Tengah dan Jawa Timur harganya hanya Rp 8.845 dan Rp 10.736 per kilogram.
Kemudian, rata-rata harga daging ayam per kg pada tingkat konsumen di Jawa mencapai Rp 30.808, Jawa Tengah Rp 29.600, dan Jawa Timur Rp 25.200. Berdasarkan data dari Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional, rata-rata harga ayam di tingkat konsumen pada hari ini sebesar Rp 32.850 per kg.
(Baca: Harga Ayam Anjlok, Peternak Ditaksir Rugi Rp 700 Miliar per Bulan)
Kementerian memperkirakan jatuhnya harga ayam ras pedaging di Jawa lantaran tidak semua produksi daging ayam ras terserap di pasar tradisional. Hal ini kemungkinan terjadi karena peternak memprediksi akan terjadi peningkatan permintaan pasca Lebaran. Namun, kondisi demikian tidak terjadi sehingga produk menjadi melimpah.
Di samping itu, Kementan menilai penjualan daging ayam ras broiler dari pelaku usaha ayam ras broiler masih bermuara di pasar tradisional. Penjualan dilakukan dalam bentuk hot karkas dan livebird sehingga rentan terhadap kelebihan pasokan dan permainan oleh pihak tertentu. Hal ini mengakibatkan disparitas harga antara produsen dan konsumen.
Karena itu, Kementan mewajibkan pelaku usaha yang memiliki live bird lebih dari 300 ribu per minggu untuk memiliki rumah potong hewan unggas (RPHU) dan cold storage. Ini bertujuan untuk menampung karkas dari RPHU.
(Baca: Harga Ayam Anjlok, Mentan: Setelah Mafia Beras, Mafia Ayam Kami Sikat)