Realisasi Minim, Kementan Akan Evaluasi Kewajiban Impor Sapi Indukan

Donang Wahyu | Katadata
Puluhan hewan ternak yang sedang diangkut dalam kapal.
Penulis: Michael Reily
Editor: Ekarina
12/11/2018, 18.48 WIB

Kementerian Pertanian akan mengevaluasi kewajiban impor sapi satu indukan untuk setiap pengadaan impor lima sapi bakalan pada akhir tahun. Importir yang tak mematuhi ketentuan dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 49 Tahun 2016 tentang pengadaan ternak ruminansia (hewan pemamahbiak) besar akan dapat sanksi penghentian rekomendasi selama setahun.

Direktur Jederal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian I Ketut Diarmita menyatakan masih banyak importir sapi bakalan yang belum mengikuti kewajiban sapi indukan. "Semua perusahaan penggemukan sapi mau tidak mau harus ikut karena ada perjanjian dalam peraturan," kata Diarmita di Jakarta, Senin (12/11).

Kementerian Pertanian mencatat, impor sapi bakalan dalam dua tahun selama peraturan itu berlaku jumlahnya mencapai 776.976 ekor. Namun,  jumlah impor sapi indukan sepanjang  2017 dan 2018 hanya mencapai 21.145 ekor, lebih rendah dari yang seharusnya bisa mencapai 155.395 ekor. Alhasil, realisasi impor sapi indukan baru memenuhi sekitar 13,6% dari total kewajiban impor. (Baca: Pengusaha Keberatan Pemerintah Wajibkan Aturan Pembibitan Sapi)

Dia pun menduga banyak perusahaan yang belum mengimpor sapi indukan karena ada kelonggaran untuk mengimpor sapi bakalan terlebih dahulu. Namun, pemerintah akan menagih komitmen importir sapi setelah proses evaluasi pada akhir tahun.

Menurutnya, aturan wajib impor satu sapi indukan untuk lima sapi bakalan dilakukan untuk meningkatkan populasi sapi lokal. "Perusahaan penggemukan bisa melakukan kemitraan untuk memanfaatkan peternak, misalnya ada impor satu sapi indukan sebulan berarti mereka menyelamatkan 12 peternak," ujar Diarmita.

Sebelumnya, pengusaha menyatakan masih keberatan dengan aturan kewajiban impor 20% sapi indukan dalam setiap impor sapi bakalan. Sebab, biaya pembibitan dinilai sapi lebih mahal dibanding penggemukan. 

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Industri Pengolahan Makanan dan Peternakan, Juan Permata Adoe, menyatakan investasi sektor pembibitan umumnya lebih besar daripada penggemukan sapi bakalan potong. "Kedua industri harus dipisahkan," kata Juan, akhir bulan lalu.

 (Baca: BKPM Sebut Investasi Sektor Peternakan di Indonesia Masih Minim)

Sementara itu, sebagai salah satu negara pemasok sapi potong dan daging sapi, Australia juga akan memperoleh jatah impor sapi bakalan untuk masuk ke Indonesia. Kuota impor sapi bakalan menjadi salah satu isi perjanjian yang tercantum dalam perjanjian dagang kemitraan ekonomi komprehensif antara Indonesia dan Australia.

Namun, ongkos produksi sapi ternak lebih mahal daripada ongkos produksi sapi potong. Sapi ternak membutuhkan proses kandang yang lebih lama. Belum lagi persiapan tempat tersendiri bagi anak sapi yang akan lahir. "Investasinya mahal," ujar Juan.

Reporter: Michael Reily