PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN) menghibahkan satu mobil pengering jagung (mobile corn drier) kepada Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA). Fasilitas mobil pengering ini diharapkan mempermudah proses produksi jagung petani menjadi lebih efisien.
Prototipe mobil pengering jagung rencananya akan disimulasikan terlebih dahulu di sentra produksi jagung di Lampung sebelum desain dan teknik pembangunannya diserahkan kepada Kementerian Pertanian.
Presiden Komisaris Charoen Pokphand Hadi Gunawan menyatakan hibah mobil jagung tersebut merupakan salah satu dukungan perusahaan terahdap program swasembada pangan. “Kami memberikan solusi bermanfaat bagi petani jagung,” kata Hadi di Jakarta, Jumat (3/8).
Mobil pengering diklaim bisa mempermudah akses petani ke pasar, mengurangi biaya logistik, serta mengurangi jumlah jagung yang tercecer selama di bawa ke tempat pengeringan.
(Baca : Charoen Pokphand Anggarkan Rp 2,6 Triliun untuk Ekspansi Produksi)
Fasilitas unit pengering jagung milik Charoen Pokphand memiliki kapasitas produksi sebesar 1 ton per jam. Sehingga, proses produksi dan pengeringan petani jagung bisa lebih cepat untuk kemudian dijual langsung ke pihak industri.
Menurut Hadi, Charoen Pokphand ke depan berkomitmen untuk memberikan 10 unit mobile corn drier kepada petani. Meskipun dia juga mengakui bahwa jumlah tersebut kemungkinan masih kurang untuk mengakomodir produksi jagung petani yang bisa mencapai 200 ribu ton jagung per bulan.
“Kalau 20 jam hanya 20 ton, sebulan masih kurang jauh,” ujarnya.
Dia pun mengungkapkan, investasi 1 unit mobil pengering jagung sekitar Rp 1,2 miliar. Sehingga total investasi untuk 10 unit mobil beserta pengering nilainya mencapai Rp 12 miliar.
(Baca : Modernisasi Kandang, Japfa Kerek Belanja Modal Jadi Rp 2,5 Triliun)
Ketua Umum KTNA Winarno Thohir menjelaskan pada proses pascapanen jagung, petani masih amat bergantung pada kondisi cuaca. Sehingga apabila musim hujan tiba, petani akan kesulitan mengeringkan jagung.
Sehingga, dia berharap selain dari fasilitas hibah, petani memerlukan lebih banyak fasilitas pengering mengingat jumlah dan kapasitas produksi jagung cukup besar.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Petani Jagung Indonesia (APJI) Shollahudin menjelaskan kadar air hasil panen jagung pada musim hujan sebesar 35-37%. Sementara jika ingin menjualnya ke pabrik, kadar air harus bisa diminimalisir menjadi 14%-17%.
“Kalau petani tidak mengeringkan, jagung yang didiamkan selama seminggu akan rusak,” kata Shollahudin.
Dia mengatakan, proses pengeringan jagung dengan mesin konvensional hasilnya kurang optimal. Sebab, mesin pengering vertikal milik petani yang berpasitas 10 ton mesti diisi hingga penuh agar hasilnya optimal. Sementara hasil produksi petani rakyat umumnya tidak besar.
Dengan produktivitas 5 ton per hektare berarti petani masing-masing hanya punya 1,25 ton jagung. Sehingga, untuk mengoperasikan mesin pengering dan mendapat hasil yang optimal, petani perlu menggabungkan hasil produksinya dengan petanu lain. Belum lagi proses pengeringan jagung bisa menghabiskan waktu 3 hari dengan waktu pengeringan sekitar 15-18 jam per hari.
(Baca : Indonesia Ekspor Perdana 6 Ton Nugget Ayam ke Jepang)
Sementara itu, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian I Ketut Diarmita mengaku mobil pengering jagung harus bergerak dari 1 sentra ke sentra lainya untuk memberi jaminan pasokan.
Ketut mengatakan saat ini ada sekitar 7,8 juta ton industri pakan yang menggunakan jagung petani. Sementara jika mengacu pada data Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT), pada Januari-Mei 2018 serapan jagung mencapai sebesar 2,83 juta ton, meningkat 32% dibandingkan periode yang sama 2017.
“Saya mengapresiasi dukungan dari industri pakan yang telah menyerap jagung domestik sehingga jadi bukti bahwa kualitasnya mampu bersaing,” ujar Ketut.