Kementan Bangun Korporasi Petani Kakao di Sulawesi Tenggara

ANTARA FOTO/ Akbar Tado
Seorang pekerja menjemur biji kakao di salah satu industri di Mamuju, Sulawesi Barat, Jumat (17/3). Harga kakao kering di tingkat pedagang pengepul turun dari harga Rp30.000 per kilogram menjadi Rp23.000 per kilogram yang disebabkan menununnya kualitas biji kakao akibat pengaruh cuaca dan hama.
Penulis: Michael Reily
Editor: Pingit Aria
1/8/2018, 19.49 WIB

(Baca juga: Daya Beli Petani Turun 0,37% Sepanjang Juli 2018)

Masalah utama dalam produksi kakao di Kolaka Timur adalah rendahnya produktivitas akibat tanaman yang sudah berumur di atas 15 tahun. Kondisi tanahnya juga yang rusak akibat pengikisan permukaan dan penggunaan pupuk anorganik berlebihan.

Pemerintah pun mendukung peremajaan tanaman tua dan penggunaan pupuk organik melalui alokasi anggaran negara dan daerah. Tahun ini, Kementerian Pertanian mengalokasikan lebih dari Rp 12 miliar untuk kakao di Kolaka Timur. 

Pada tahap awal, peremajaan tanaman seluas 550 hektare untuk 5 LEM di kecamatan Aere dan Lambodia. Kedua kecamatan dianggap paling siap dari penyediaan benih kakao.

Peremajaan akan terus diperluas dalam 5 tahun ke depan. “Diharapkan produktivitas kakao di kolaka timur meningkat dari 500 hingga 700 ton per hektare menjadi 1500 hingga 3000 ton per hektare dengan penerapan inovasi teknologi untuk peningkatan nilai tambah produk kakao,” kata Bambang.

Halaman:
Reporter: Michael Reily