JK: Kolaborasi Pemerintah dan Pengusaha Dorong Ketahanan Pangan

ANTARAFOTO/Yulius Satria Wijaya
Petani melintas dilahan pertanian kawasan Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (16/3).
Penulis: Michael Reily
Editor: Ekarina
8/3/2018, 15.09 WIB

Wakil Presiden Jusuf Kalla mendorong kerjasama antara pemerintah dan pengusaha sebagai upaya mewujudkan ketahanan pangan. Kolaborasi tersebut diperlukan untuk menghadapi tiga tantangan utama dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap bahan pokok.

Kalla menuturkan tantangan industri pangan saat ini secara umum masih masih mengarah pada masalah lonjakan jumlah penduduk, keterbatasan lahan pertanian dan perubahan iklim. Pertumbuhan jumlah penduduk yang lebih cepat dari jumlah ketersediaan pangan, salah satunya bisa diantisipasi dengan penguasaan teknologi.

"Teknologi pangan bisa terwujud jika semua pemangku kepentingan bekerja sama," ujar Kalla memberikan sambutan acara Jakarta Food Security Summit di Jakarta Convention Center, Kamis (8/3).

(Baca : Indonesia Perjuangkan Isu Ketahanan Pangan di WTO)

Pengusaha dan pemerintah dapat berkolaborasi dalam pengembangan teknologi pangan, misalnya lewat pemanfaatan pusat riset pemerintah dengan kemampuan pengusaha guna mendorong produktivitas tanaman pangan lebih tinggi.

Dengan begitu, pemerintah dan pengusaha bisa mendorong petani menggunakan sistem pertanian yang modern dan berteknologi maju. “Semua tantangan harus jadi peluang,” jelas Kalla.

Ia juga mencatat, tantantangan lain yang dihadapi dalam upaya pemenuhan kebutuhan pangan adalah semakin berkurangnya tenaga kerja di sektor pertanian dari 42% menjadi 31% dari total jumlah penduduk Indonesia.

Selain itu, berkurangnya jumlah tenaga kerja sektor pertanian juga tidak diikuti dengan perbaikan pendapatan petani, yang mana upah petani saat ini masih berada di bawah rata-rata Upah Minimum Regional (UMR).

(baca juga : AS Tolak Proposal Ketahanan Pangan, WTO Perpanjang Moratorium)

Produktivitas tanaman juga dinilai tidak mampu menolong peningkatan pendapatan petani. Saat ini, Indonesia hanya mampu memproduksi padi sebanyak 5,5 ton per hektare, jauh di bawah Malaysia yang bisa mencapai 8 ton per hektare. Begitu juga dengan kelapa sawit, Indonesia masih kalah saing dalam hal produktivitas.

Sementara produktivitas masih rendah, harga pangan dunia terus mengalami peningkatan. Contohnya seperti pada harga beras impor yang pada tahun 2000 harganya hanya sekitar US$ 170 per ton dan 18 tahun kemudian harganya sudah jauh meningkat menjadi US$ 420 per ton.

Karenanya, ia meminta ketahanan pangan mesti ditingkatkan setiap tahunya, guna mengimbangi kebutuhan penduduk yang naik sebesar 3% seiring dengan angka pertumbuhan penduduk serta harga bahan kebutuhan pokok yang terus tinggi mengikuti biaya logistik.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Roeslani mengungkapkan pemberdayaan petani akan menjadi fokus dunia usaha dalam mencapai pemerataan ekonomi. Salah satu langkah yang bisa dilakukan adalah dengan dukungan pendanaan berkesinambungan melalui inovasi pembiayaan yang mampu menjangkau petani, peternak dan nelayan guna mendapatkan akeses permodalan yang baik dari perbankan maupun lembaga keuangan non bank.

Dengan inovasi pembiayaan tersebut, diharapkan petani, peternak dan nelayan bisa memperoleh akses permodalan perbankan dengan bunga yang ringan, serta asuransi yang mampu menjamin jika petani mengalami gagal panen.

“Karenanya diharapkan pendapatan petani bisa meningkat hingga 8% hingga 15% dengan kemitraan petani,” jelas Rosan.

Reporter: Michael Reily