Kakao dan Kelapa Bakal Masuk ke Sistem Badan Pengelola Dana Perkebunan

Aditya Pradana Putra | Antara Foto
Penulis: Michael Reily
Editor: Pingit Aria
4/12/2017, 13.08 WIB

Kajian aturan Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) juga diperluas tidak hanya untuk komoditas karet, tetapi juga kakao dan kelapa. Sistem pendanaan badan ini rencananya bakal menjadi sebuah aturan baru dalam bentuk Peraturan Presiden.

Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kemenko Perekonomian Musdhalifah Machmud menyatakan pemerintah sedang mengkaji kemungkinan perluasan BPDP. "Kajian bertahap, karet segera, kakao dan kelapa berikutnya," kata Musdhalifah kepada Katadata, Jakarta, Senin (4/12).

Nantinya, Kementerian Koordinator Bidang perekonomian bakal memanggil para pelaku usaha dan regulator terkait komoditas-komoditas tersebut. Dengan demikian, regulasi yang dibuat lebih tepat guna dan tidak berbenturan dengan aturan lainnya.

"Seperti peraturan lainnya, bentuknya dalam bentuk Perpres dan juga PMK (Peraturan Menteri Keuangan) tergantung kesesuaian pelaksanaan," ujar Musdhalifah.

(Baca juga: Rugi Berbalik Laba, Kinerja PTPN III Terdongkrak Harga Sawit dan 

JIka kajian ini berjalan mulus dan regulasinya disepakati, nantinya ekspor karet, kakao dan kelapa akan dikenai pungutan, selain bea keluar. Dana tersebut akan dikelola oleh BPDP, dan hasilnya akan disalurkan kembali untuk membiayai kebutuhan perkebunan dan kegiatan produksi masing-masing komoditas.

Sebelumnya, Wakil Ketua Bidang Keuangan Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) Daniel T Kristiadi menyatakan, pemerintah akan merevisi Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit.

“Nanti akan berubah menjadi Badan Pengelola Dana untuk Perkebunan saja, dengan demikian karet bisa masuk,” kata Daniel kepada wartawan usai rapat koordinasi di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, pekan lalu.

Alasannya, karet adalah salah satu komoditas yang kebunnya banyak dikelola oleh petani rakyat. Menurut catatan Gapkindo, jumlah petani sudah mencapai 2,8 juta orang belum termasuk anggota keluarganya yang kerap turut bekerja.

(Baca: Selain Karet, Kelapa Sawit Akan Dibarter Indonesia dengan Sukhoi)

Daniel menyatakan, peremajaan karet dibutuhkan oleh petani rakyat karena produktivitasnya mulai menurun. Menurut Daniel, penyebabnya, 3,6 juta hektare lahan karet diisi oleh pohon-pohon yang umurnya sudah tua.

Apalagi, harga karet di tingkat petani yang hanya sekitar Rp 5.000 per kilogram tak cukup menguntungkan bagi petani untuk mengganti pohon tua di kebunnya secara mandiri. “Kalau ini bisa dilakukan, produktivitas akan naik dan penghasilan petani juga akan terbantu,” katanya.

Reporter: Michael Reily