Kementerian Pertanian mencatat, kesenjangan pendapatan antara petani padi dan pedagang beras sangat besar. Pemerintah pun ingin membuat tata niaga baru supaya distribusi pendapatan menjadi lebih adil.
“Saya senang kalau (pedagang) beli tinggi dari petani, tapi jangan jual mahal ke konsumen," kata Menteri Pertanian Amran Sulaiman di kantornya, Selasa (25/7).
Data Kementerian Pertanian, nilai ekonomi bisnis beras di Indonesia mencapai Rp 484 triliun per tahun. Angka tersebut didapat dari harga rata-rata beras eceran Rp 10.519 per kilogram dikalikan 46,1 juta ton kebutuhan beras nasional.
(Baca juga: Kementan Bahas Penghapusan Kategori Beras Medium dan Premium)
Amran mencatat, untuk memproduksi beras tersebut biaya petani Rp 278 triliun dan memperoleh marjin Rp 65,7 triliun. Bila dibagi kepada 56,6 juta petani padi, maka setiap petani hanya memperoleh marjin Rp 1-2 juta per tahun.
Sementara pedagang perantara atau middleman setelah dikurangi biaya proses produksi, pengemasan, gudang, angkutan dan lainnya diperkirakan memperoleh marjin Rp 133 triliun. Jika dibagi estimasi jumlah pedagang 400 ribu orang, sehingga rata - rata per orang 300an juta per pedagang.
Keuntungan tersebut adalah rata-rata, ada yang mendapat keuntungan sangat besar ada yang mendapat keuntungan sangat kecil. “Satuan Tugas (Satgas) Pangan menginginkan keuntungan terdistribusi secara adil dan proporsional kepada petani, pedagang beras kecil dan melindungi konsumen,” tutur Amran.
(Baca juga: PT IBU Mengaku Keuntungan dari Jualan Beras "Maknyuss" Kurang Dari 10%)
Terkait dengan kasus PT Indo Beras Unggul (IBU), Amran menyatakan akan menghormati proses hukum yang berjalan. “Saya berharap penanganan permasalahan ini berdampak positif menciptakan ekonomi yang berkeadilan,” ujarnya.