Pelibatan TNI dalam Gerakan Menanam Padi Menuai Kritik

ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto
Petani di lahan sawah Sambiroto, Ngawi, Jawa Timur, Senin (13/3).
Penulis: Pingit Aria
13/3/2017, 19.12 WIB

Menurut Dwi, jika ada tiga masa tanam dalam satu tahun, sebaiknya hanya dua kali tanah itu ditanami padi. Di antaranya, petani sebaiknya menyelinginya dengan palawija.

(Baca juga: Harga Gabah Merosot, Solusi Pemerintah Dinilai Rugikan Bulog)

Dengan begitu, nutrisi yang terkandung dalam tanah bisa terjaga. Selain itu, siklus hidup hama pengganggu akan terputus. “Kalau tanah ditanami padi terus-menerus, wereng juga akan terus bereproduksi sehingga lama-kelamaan akan merajalela,” katanya.

Dwi menyatakan bahwa pola tanam semacam ini sebenarnya telah lama dijalankan oleh petani di daerah-daerah. Penggunaan aparat untuk mengubahnya secara paksa menurut dia tak akan efektif. “Jika dipaksakan, saya khawatir aparat akan mendapat penolakan dari rakyat,” tuturnya.

Pelibatan TNI dalam gerakan menanam padi dimulai Menteri Pertanian Amran Sulaiman pada Januari 2015 lalu. Saat itu, ia menerjunkan 50 ribu Bintara Pembina Desa (Babinsa) sebagai penyuluh pertanian.

(Baca juga: Bulog Siapkan Rp 30 Triliun untuk Serap Gabah Petani)

Kini, fungsi aparat pun diperluas. Di Jawa Barat misalnya, TNI akan menyiapkan barak sebagai gudang sementara Bulog untuk menampung hasil serapan gabah dari petani. Hal itu dikatakan Menteri Pertanian (Mentan) RI Andi Amran Sulaiman dalam kunjungannya ke Kecamatan Lakbok, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Jumat (10/3) lalu.

“Saya bersama teman-teman di lapangan sudah menyiapkan gudang dan barak yang berada di wilayah Ciamis untuk jemput bola dalam rangka menyerap gabah hasil panen para petani secara langsung,” katanya seperti rilis Kabidpenum Puspen TNI, Kolonel Inf Bedali Harefa.

Halaman: