Sopir Taksi Online Minta Tarif Batas Bawah Rp 4 Ribu

Antara/ Wahyu Putro
Seorang penggunan menunjukan fitur transportasi online.
Penulis: Michael Reily
Editor: Pingit Aria
19/10/2017, 20.18 WIB

Asosiasi Driver Online (ADO) meminta penetapan tarif batas bawah untuk taksi online ditetapkan sebesar Rp 4 ribu. Sebab, masih ada biaya potongan dari perusahaan transportasi digital sebesar 10-25% dari setiap transaksi.

Peraturan Menteri Perhubungan baru yang selesai dirancang bakal segera berlaku pada 1 November 2017. “Perhitungan kami, Rp 4000 mengacu dari ketidaksesuaian biaya operasional dan biaya pengeluaran,” kata Ketua ADO Christiansen FW, Kamis (19/10).

Hingga peraturan baru berlaku, tarif batas bawah taksi online masih mengacu pada Permenhub Nomor 26 Tahun 2017 yang membagi tarif minimal sebesar Rp 3.500 untuk wilayah Sumatera, Jawa dan Bali. Sedangkan untuk wilayah Nusa Tenggara dan Kalimantan tarif bawahnya Rp 3.700.

Christiansen menyebutkan biaya operasional di kota besar melonjak karena macet dan naiknya harga bahan bakar. “Perhitungan pemerintah untuk peraturan baru adalah Rp 3.500 bersih untuk pengemudi,” ujarnya.

Selain mengenai tarif, salah satu poin yang disoroti oleh pengemudi taksi online adalah kewajiban asuransi. Christiansen menjelaskan perlindungan dari penyedia jasa masih dalam bentuk tertulis yang pelaksanaan praktinya masih memberatkan pada beberapa poin.

Namun, secara keseluruhan, pihak pengemudi taksi online mengaku puas dengan kepastian hukum yang diberikan pemerintah. Menurutnya, pemerintah sudah berusaha mengeluarkan regulasi dengan azas kesetaraan dan keadilan.

Waktu yang diberikan untuk transaksi bakal dimanfaatkan untuk beradaptasi dan melengkapi persyaratan yang ditetapkan peraturan. “Memang ada dua sisi, tentu masing2 pihak tidak bisa dipuaskan, baik online atau reguler,” jelas Christiansen.

Dia menyebutkan, pengemudi yang tergabung dalam asosiasi jumlahnya mencapai lebih dari 50 ribu orang yang tersebar di 4 pulau dan 11 provinsi. Christiansen juga mengajak para pengemudi taksi online untuk berkumpul dan mendapatkan perlindungan regulasi.

Di sisi penyedia jasa transportasi digital, Grab Indonesia belum bisa memberikan rekomendasi tarif batas bawah. Head of Public Affairs Grab Indonesia Tri Sukma Anreianno menjelaskan kebijakan yang dilakukan seharusnya berupa standardisasi minimal terhadap masyarakat.

Komponen standar kepada masyarakat termasuk perawatan mobil dan jaminan keselematan pengemudi dan penumpang, sehingga penetapan yang rendah bakal menyulitkan perusahaan. “Tarif bawah itu agak sedikit menghalangi kita untuk berkompetisi dengan baik,” jelas Tri.

Penetapan kuota dan wilayah operasional juga dinilai akan membuat rumit sistem koordinasi karena banyaknya usulan tiap daerah yang berbeda dan harus disepakati oleh pemerintah. Sehingga, Tri berharap ada metode perhitungan yang menjadi rumus pemerintah untuk menentukan formula kebijakan yang tepat.

Di sisi yang lain, Sekretaris Jenderal Organisasi Angkutan Darat (Organda) Ateng Aryono mengungkapkan aturan yang bakal diterbitkan oleh pemerintah tidak tegas. “Kondisi di lapangan masih akan berputat tentang poin-poin aturan yang itu saja,” ujar Ateng.

Meski menyatakan siap untuk ikut serta mengawal peraturan baru bulan depan, dia berharap ketiga perusahaan transportasi digital patuh terhadap hukum yang berlaku. Salah satu hal yang disorot adalah mengenai perekrutan pengemudi yang berdampak makin banyaknya taksi online yang beredar.

Ateng meminta pemerintah lebih ketat dalam mengawasi peraturan mengenai kuota. “Tidak bisa dijamin aplikasi (transportasi digital) tidak merekrut anggota secara perorangan. Mereka masih melakukan perekrutan di tempat umum,” tuturnya.

Reporter: Michael Reily