Penyusunan skema pembiayaan yang belum rampung, membuat PT Adhi Karya (Persero) Tbk. harus menanggung modal pembangunan proyek kereta ringan atau Light Rail Transit (LRT) Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi (Jabodebek) untuk sementara. Adhi Karya pun menyatakan siap menalangi 30 persen pendanaan proyek tersebut.
"Kami pun sudah siapkan pendanaan untuk enam bulan ke depan," kata Direktur Utama Adhi Karya Budi Harto saat konferensi pers, di Kantor Pusat Adhi Karya, Jakarta, Jumat (10/3). Dengan menalangi pendanaan ini, pengerjaan konstruksi proyek LRT Jabodebek bisa tetap berjalan. Sehingga proyek ini bisa rampung sesuai target pada Mei 2019.
Awalnya skema pendanaan proyek ini sepenuhnya ditutupi oleh Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Ini sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 65 Tahun 2016 tentang LRT Jabodebek. Namun dalam perjalanannya, pemerintah ingin mengubah skema pendanaan dengan menunjuk PT Kereta Api Indonesia (Persero) menjadi investor.
Perubahan skema pendanaan ini mengharuskan Perpres LRT direvisi . Karena revisi aturan ini belum rampung, pendanaan proyek ini pun menjadi tidak jelas. Makanya untuk sementara, Adhi Karya ditugaskan untuk menalangi kebutuhan dana ini terlebih dahulu.
Dengan perubahan skema tersebut, pemerintah membutuhkan revisi aturan tersebut, sehingga pendanaan proyek ini masih terkatung-katung. Akan tetapi, untuk sementara, Adhi Karya berkomitmen untuk menalangi proyek tersebut. (Baca: Adhi Karya Teken Proyek LRT meski Pendanaan Belum Jelas)
Direktur Keuangan Adhi Karya Haris Gunawan menjelaskan total dana 30 persen modal proyek LRT yang bakan ditalangi adalah sekitar Rp 6 triliun. Dana ini berasal dari Penyertaan Modal Negara (PMN) tahun 2015 sebesar Rp 1,4 triliun. Sisanya Rp 4,6 triliun akan diperoleh dari pinjaman perbankan sebesar 60 persen atau sekitar Rp 2,76 triliun dan obligasi sebesar 40 persen atau sebesar Rp 1,84 triliun.
Haris mengatakan sebenarnya Adhi Karya akan menerbitkan obligasi tersebut sebesar Rp 5 triliun. Namun, penerbitannya akan dilakukan bertahap dalam dua tahun. Rinciannya sebesar Rp 3,5 triliun pada tahun ini dan Rp 1,5 triliun pada 2018. Penerbitan obligasi tahun ini akan digunakan untuk proyek LRT Jabodebek dan sisanya untuk modal kerja perusahaan.
"Obligasi sedang dalam proses, sudah ada Danareksa Sekuritas, Mandiri Sekuritas, Bahana Sekuritas, dan BCA Sekuritas sebagai underwriter (penjamin emisi). Targetnya (diterbitkan) semester I tahun ini," ujar Haris.
Untuk kredit sindikasi perbankan, akan dibantu oleh tiga bank BUMN, yakni Bank Mandiri, BNI dan BRI. Meski begitu, hingga saat ini Adhi Karya belum memiliki kesepakatan resmi dengan ketiga bank ini. Direktur Utama BNI Ahmad Baiquni mengatakan perusahaannya bersama dua bank lain mendapat penugasan dari pemerintah mengucurkan kredit untuk proyek LRT Jabodebek. Dengan penugasan tersebut, BNI siap menyediakan pagu kredit sebesar Rp 6 triliun.
(Baca: BNI Alokasikan Rp 6 Triliun untuk Biayai Proyek LRT Jabodebek)
Namun, plapon kredit sindikasi ini bisa saja berubah. Pendanaan proyek LRT dari perbankan sebesar Rp 18 triliun, dibagi rata untuk tiga bank. Tapi, jika ada perbankan swasta yang turut berminat membiayai proyek tersebut, BNI siap menurunkan besaran kucuran kreditnya.
"Selain itu, dari kebutuhan dana Rp 18 triliun ini bisa kami bagi proporsional dari besarnya aset (tiga bank BUMN)," ujarnya.
Selain pendanaan ini, pemerintah juga berencana memberikan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 5,6 triliun pada PT Kereta Api Indonesia (Persero). Dengan begitu, perusahaan pelat merah ini dapat menjadi investor sekaligus operator proyek LRT Jabodebek.
Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan Sugihardjo mengatakan, PMN untuk KAI kemungkinan akan dimasukkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2017 atau APBN 2018. Prosesnya masih harus melalui pembahasan dengan DPR. "Tapi kami memang inginnya bisa dilakukan paling tidak pada 2018," katanya.
Sugihardjo menjelaskan nantinya Adhi Karya hanya akan menjadi kontraktor pembangunan prasarana LRT. Sedangkan KAI akan mengajukan skema investasi dan diberikan konsesi LRT selama 12 tahun. (Baca: Jadi Investor LRT, KAI Akan Disuntik Modal Negara Rp 5,6 Triliun)