Pengusaha logistik menilai program-program subsidi pemerintah untuk menekan ongkos logistik belum efektif menurunkan harga barang. Masalah infrastruktur dan pungutan masih harus dibenahi.
“Program subsidi itu tidak memberi penyelesaian permanen, harga barang akan naik lagi begitu subsidinya dicabut,” kata Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI), Zaldy Ilham Masita di Jakarta, Rabu (8/2).
Zaldy menyebut, saat ini pemerintah telah menjalankan beberapa program subsidi logistik seperti subsidi tol laut, tol udara, kapal ternak, gerai maritim hingga toko tani. Semuanya bermuara ke satu tujuan: agar harga bahan pokok bisa terjangkau dan tersedia merata di seluruh Nusantara.
(Baca juga: Tujuh Pelabuhan Akan Diintegrasikan dengan Kawasan Industri)
Masalahnya, menurut Zaldy, sudsidi tersebut merupakan solusi instan jangka pendek. Ia mencontohkan, program subsidi tol udara yang habiskan dana hingga Rp 300 miliar untuk maskapai. “Ini mestinya bisa lebih manfaat jika diberikan pada PT Dirgantara Indonesia untuk menembangun kapal terbang,” katanya.
Hal yang sama juga berlaku untuk program tol laut. Di mana, menurut Zaldy, daripada beri subsidi untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pelayaran, lebih baik untuk membangun pelabuhan yang bagus. “Karena kalau pelabuhannya bagus turn over kapal lebih cepat, ujungnya harga jadi murah. Sifatnya jangka panjang,” katanya.
Selain itu, Zaldy juga mengeluhkan beragam tarif yang diterapkan oleh operator layanan logistik yang merupakan perusahaan pelat merah. Pelindo misalnya, saat ini tengah mendiskusikan rencana kenaikan terminal handling charges (THC). Begitupun dengan Angkasa Pura yang berencana menaikan tarif regulated agent.
“Ini mirip pungli aja cuma resmi. Keuntungan besar BUMN didapat dari memalak pemakai jasa. Harusnya untung dibatasi,” katanya.
(Baca juga: Priok Jadi Hub Internasional, Ongkos Logistik Bisa Lebih Murah)
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Yuki Nugrahawan Hanafi bahwa mengatakan persolan lain dalam sektor logistik adalah belum adanya undang-undang logistik. Selama ini undang-undang transportasi hanya mengatur badan hukum. “Bukan bagaimana barang dikirimkan dari daerah penghasil ke pusat konsumsi,” ujarnya.
Di sisi lain, Direktur Lalu-Lintas dan Angkutan Laut, Kementerian Perhubungan Bay Hasani mengakui memang selama ini aturan yang ada lebih mengatur subjek bukan barangnya. Namun, persoalan barang menurutnya merupakan domain dari Kementerian Perdagangan. “Bagaimanapun semuanya tumpuannya ke orang, baik operator juga pengguna, karena di aturan kita itu mengatur badan hukum atau orang,” katanya.
(Baca juga: Pemerintah Berkomitmen Kembangkan Pelayaran Rakyat)