Produsen jamu dan obat herbal menghadapi tantangan bisnis, bahkan ada yang sampai gulung tikar seiring perkembangan zaman. PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (Sido Muncul) salah satu yang bertahan dan tetap beroperasi meski sudah tujuh dekade berdiri.
Tak ada yang menyangka, pendiri usaha jamu modern, pasangan Rakhmat Sulistio (Siem Thiam Hie) dan Sri Agustina (Go Jong Nio) mulanya hanya berjualan roti pada 1930 dengan sebuah toko bernama Roti Muncul.
Kemahiran sang istri (Go Djing Nio) dalam meracik jamu dan rempah-rempah, membuat pasangan ini akhirnya membuka usaha jamu di Yogyakarta pada 1935. Produk jamu yang pertama kali diproduksi dan dipasarkan adalah Tolak Angin dalam bentuk godokan.
Pada 1951, perusahaan sederhana dengan nama Sido Muncul didirikan di Semarang, Jawa Tengah. Pada 1975, pemilik usaha ini mendirikan Perseroan Terbatas bernama PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul (sebelumnya berbentuk CV pada 1970) dan semakin berkembang menjadi industri jamu modern hingga saat ini.
Direktur Utama Sido Muncul, David Hidayat mengatakan konsistensi pada bisnis inti merupakan kunci sukses perusahaan tetap bertahan hingga saat ini. Inovasi produk menurutnya dibutuhkan untuk mengubah citra jamu dari kesan kuno dan bercita rasa pahit sehingga mau dikonsumsi generasi muda saat ini.
Oleh sebab itu, mengedukasi masyarakat kembali mengonsumsi jamu seperti generasi terdahulu merupakan salah satu tantangan terberat. Padahal jamu menurutnya memiliki banyak khasiat, terlebih di masa pandemi Covid-19.
"Tak hanya mengubah image jamu lama menjadi jamu modern, kami juga berinovasi dengan memproduksi berbagai supplemen, baik dari bahan herbal maupun yang berbasis farmasi, seperti vitamin D3, vitamin E dan lainnya," kata David kepada Katadata beberapa waktu lalu.
Dengan inovasi produk jamu modern, produk minuman herbal serta vitamin, dia berharap semakin mempercepat pengenalan masyarakat terhadap jamu herbal.
Sedangkan untuk membuat produknya terjual dan brand Sido Muncul terus dikenal, perusahaan harus mampu menjaga kepercayaan masyarakat khususnya dari sisi kualitas dan khasiat.
"Karena, marketing yang efektif adalah positive influence dari pelanggan sehingga secara otomatis dari sinilah kekuatan branding kami terbentuk bahkan semakin kuat," katanya.
Iklan dan promosi yang perusahaan lakukan sifatnya hanya sebagai pengingat. Dengan kepercayaan masyarakat terhadap brand Sido Muncul, setiap produk baru yang diluncurkan diharapkan tetap bisa meyakinkan konsumen bahwa produk tersebut bisa berdampak baik bagi kesehatan.
Dalam mempromosikan produk jamu, Sido Muncul juga dikenal sebagai salah satu merek yang konsisten menggunakan brand ambassador dari pesohor Tanah Air. Juru kunci Gunung Merapi, Mbah Marijan, petinju legendaris dunia Chris John dan Many Paquiao, akademisi Rhenald Khasali hingga penyanyi Via Valen pernah menjadi brand ambassador jamu Tolak Angin.
Dalam memilih brand ambassador perusahaan melakukan tahapan seleksi. Tokoh yang dilipilih sebagai brand ambassador menurutnya benar-benar merupakan pengguna atau mengonsumsi produk tersebut.
Ekspansi Pasar Luar Negeri
Selain membuat bisnisnya eksis di Tanah Air, Sido Muncul akan meningkatkan pentrasi pasarya di luar negeri. David mengatakan, tahun ini, fokus ekspansi bisnis perusahaan tahun ini akan kembali difokuskan untuk wilayah di Asia Tenggara, Timur Tengah, Negeria serta Afrika.
"Produk kami yang saat ini cukup kuat adalah Tolak Angin dan Energy Drink, untuk produk jamu heritage cukup kuat di Malaysia," ujarnya.
Meski demikian, tantangan ekspor produk jamu dan herbal diakui perusahaan memang tak mudah. Berbeda dengan memasarkan produk makanan minuman, untuk produk herbal perlu upaya ekstra meyakinkan konsumen.
Oleh karenanya perusahaan menggencarkan strategi branding melalui media sosial maupun digital seiring tingginya penggunaan internet masyarakat.
Produk Sido Muncul mulai masuk pasar ekspor sekitar 2012 dan semakin berkembang di sejumlah pasar seperti di Filipina dan Nigeria. Pada Januari 2018, perseroan mendirikan anak usaha bernama Muncul Nigeria Limited.
Muncul Nigeria Limited akan difokuskan untuk mendistribusikan produk-produk Sido Muncul ke Nigeria dan negara Afrika lainnya.
Hingga saat ini, Sido Muncul sudah memiliki 300 varian produk seperti Tolak Angin, Tolak Linu, Kuku Bima, Kunyit Asam yang dipasarkan di sekitar 120 titik distribusi seluruh Indonesia.
Untuk mengembangan usahanya di 2021, perusahaan menganggarkan investasi belanja modal (capex) senilai Rp 180 miliar. Dana ini digunakan untuk pengadaan beberapa fasilitas tambahan di pabrik ekstraksi serta untuk pengembangan bisnis ke hulu dan penyediaan bahan baku.
Hingga kuartal III 2020, Sido Muncul membukukan penjualan Rp 2,26 triliun. Sedangkan pada 2019, total penjualan perusahaan mencapai Rp 3,07 triliun. Yang mana 67% disumbang dari produk herbal dan suplemen, 29% makanan minuman dan 4% produk farmasi.
Bisnis Sido Muncul sempat terkendala akibat pandemi Covid-19. Pada kuartal III 2020, manajemen menilai sudah terjadi pemulihan setelah pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diperlonggar.
Manajemen mengatakan aktivitas bisnis secara umum mulai meningkat dan menuju pemulihan. Hal ini sejalan dengan beroperasi kembali pusat perbelanjaan, pasar, toko-toko, serta perkantoran.
Pemulihan ini masih belum mencapai posisi sebelum terjadinya pandemi, serta pemulihan ekonomi tidak secepat yang diharapkan sebelumnya. "Sehingga ancaman resesi kian nyata bagi perekonomian Indonesia," tulis manajemen seperti dikutip dari bahan materi RUPSLB.
Peningkatan permintaan jamu tradisional di tengah merebaknya pandemi corona tak serta merta menjadikan sektor usaha ini berada di atas angin. Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat Tradisional Indonesia (GP Jamu) mencatat, hingga saat ini terdapat 30% industri jamu yang merumahkan karyawan akibat Covid-19 dan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Ketua GP Jamu Dwi Ranny Pertiwi mengatakan, PSBB menyebabkan distribusi dan pemasaran barang ke wilayah ikut terdampak, khususnya di wilayah Kalimantan dan Indonesia Timur. Akibatnya, penjualan pun menurun.
Padahal, dari sisi produksi, industri jamu memiliki kecukupan bahan baku. Permintaannya pun sedang tinggi, lantaran banyak masyarakat percaya akan khasiat jamu terhadap kesehatan.
"Sebanyak 30% industri terutama di daerah mulai merumahkan karyawannya. Sebagian masih berjalan baik," kata Dwi dapat rapat bersama Komisi VI DPR RI di Jakarta, Senin (27/4).
Menurut dia, hambatan penjualan saat ini ikut diperparah dengan adanya impor jamu dalam skala besar oleh Satuan Tugas (Satgas) Lawan Covid-19 Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
Padahal, jamu sejenis dapat diproduksi oleh industri dalam negeri. Adanya kebijakan tersebut menjadikan industri tak mampu menjadi tuan rumah di pasar domestik.
Industri jamu menghadapi pasang-surut. Salah satu pemain utama yang juga perusahaan legendaris, Jamu Cap Nyonya Meneer yang berdiri pada 1919 bahkan ditetapkan pailit pengadilan pada 2017 lalu.