Miniso Group Holding, peretail produk rumah tangga asal Tiongkok semakin agresif memperkuat pasarnya di sejumlah negara. Perusahaan akan mengalokasikan 60% dari dana initial public offering (IPO) untuk menambah gerai dan memperkuat pasar, pergudangan dan sistem logistik di seluruh dunia.
Dilansir dari South China Morning Post, Miniso resmi melantai di Bursa Efek New York pekan lalu. Dari aksi korporasinya ini, perusahaan meraih dana US$ 608 juta atau setara Rp 8,90 triliun dari melepas 30,4 juta saham ke publik. IPO tersebut didukung sejumlah perusahaan besar, salah satunya Tencent Holdings yang kini menguasai 4,8% saham.
Chief Financial Officer (CFO) perusahaan, Zhang Saiyin dalam wawancara mengatakan, IPO Miniso mendapat sambutan hangat pelaku pasar. Hal ini menunjukkan, pasar menyukai model bisnis Miniso yang menjual produk-produk berdesain menarik dengan harga lebih murah.
“Jelas, ada banyak ruang di pasar luar negeri. Kami berharap untuk menjangkau setiap sudut dunia. Ini adalah alasan utama mengapa kami memilih New York untuk penggalangan dana," ujarnya dikutip Rabu (21/10).
Debut Miniso melantai di bursa saham New York pun mengantar sang pendiri, Ye Go Fu sebagai miliuner baru Tiongkok. Pria 42 tahun itu, sukses membawa brand yang ia dirikan pada 2013 itu mendunia.
Kuncinya sederhana, perusahaan berpandangan tidak ada satu pun pembeli di dunia yang ingin membayar produk dengan harga mahal. Alhasil, munculah ide yang melatari bisnis Miniso untuk menjual 95% barang dengan harga di bawah 50 yuan atau Rp 110 ribu.
Produk yang dijual gerai ini pun beragam, mulai dari kosmetik, tas, mainan, powerbank hingga perabot rumah tangga.
“Itulah sebabnya produk kami menarik konsumen internasional secara universal," ujarnya.
Identitas Brand
Terlepas dari banyaknya sorotan bahwa produk dan konsep Miniso adalah tiruan dari toko pakaian dan serba-serbi Jepang seperti Uniqlo dan Muji, bisnis retail perusahaan tumbuh cepat.
“Saat pertama kali mengunjungi Miniso, saya mengira toko dan produknya berasal dari Jepang atau Korea,” kata Andrea Mak, pengunjung gerai asal Hongkong mengutip, South China Morning Post.
Beberapa barang yang Miniso jual seperti pembuat teh silikon berbentuk kuda laut, mirip dengan beberapa barang yang ada di gerai Muji. Sedangkan dekorasi toko, menurutnya sama seperti Uniqlo.
Miniso sering dituding meniru merek-merek Jepang. Ketika peritel ini pertama kali muncul dengan logo toko merah-putihnya yang juga ada di tas belanja, banyak pihak menyebut etalase dan brandingnya sangat mirip dengan Uniqlo.
Dalam situsnya, Miniso menjelaskan perusahaan itu didirikan Ye Go Fu dan seorang desainer Jepang, Junya Miyake. Perusahaan meluncurkan bisnisnya di Tokyo dan kemudian membuat terobosan ke Tiongkok.
Sebagian besar operasinya berbasis di Guangzhou. Sebanyak 80% produknya diproduksi di Tiongkok, sedangkan 10%-15% lainnya dibuat di negara tetangga seperti Korea Selatan dan Taiwan.
Hingga akhir Juni, perseroan memiliki 2.533 gerai di Tiongkok dan 1.689 di pasar global, termasuk Jepang. Hanya selang tujuh tahun setelah peluncurannya, Miniso menjelma sebagai salah satu gerai aksesoris dan serba serbi terbesar di dunia.
Sebagian besar gerainya dijalankan oleh perusahaan lokal melalui sistem waralaba. Di Jepang, Miniso memiliki toko di pusat perbelanjaan Aeon Mall.
Menurut The Economist Intelligence Unit, Asia dan Australasia (kawasan Australia dan Oceania) memiliki volume penjualan retail terbesar. Pada 2019, penjualan retail mencapai 3,8% dan diperkirakan menurun pada tahun berikutnya menjadi 3,3%.
Meski diprediksi turun, kawasan ini masih akan menjadi pasar retail terbesar dunia. Volume pasar retail dunia diprediksi mengalami penurunan. Tak hanya Asia dan Australasia, pasar Amerika pun turun dari 3% tahun ini akan menjadi 1,7% tahun depan.
Bahkan pemangkasan tenaga kerja juga akan terjadi di Amerika Serikan. EIU memperkirakan sebanyak 53 ribu orang kehilangan pekerjaan pada semester pertama 2019. Angka itu merupakan yang terendah selama lebih dari tiga tahun terakhir.