Cek Data: Benarkah Garis Kemiskinan Naik, 40% Penduduk Otomatis Miskin

ANTARA FOTO/Novrian Arbi/nym.
Warga membersihkan perabotan di kawasan pemukiman padat penduduk di Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (17/1/2023).
Penulis: Reza Pahlevi
19/5/2023, 17.37 WIB

Bank Dunia merekomendasikan Indonesia untuk memperbarui garis kemiskinan sesuai dengan standar terbaru. Namun Menteri Keuangan Sri Mulyani menolak rekomendasi tersebut. Menurutnya, perubahan garis kemiskinan dapat membuat 40% rakyat Indonesia otomatis menjadi miskin.

Kontroversi

Laporan Bank Dunia bertajuk “Indonesia Poverty Assessment” menyebutkan, perlunya Indonesia memperbarui batas garis kemiskinan. Alasannya, dengan menaikkan garis kemiskinan maka bantuan negara dapat menjangkau lebih banyak penduduk miskin.

Bank Dunia merekomendasi menaikkan garis kemiskinan berdasarkan paritas daya beli (purchasing power parity/PPP) dari $1,9 PPP 2011 menjadi $3,2 PPP 2011. Ini juga menyesuaikan status Indonesia sebagai negara berpenghasilan menengah ke bawah. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani merespons rekomendasi ini. Menurut mantan Managing Director dan COO Bank Dunia tersebut, rekomendasi ini tidak bisa langsung diterapkan di Indonesia karena dapat menaikkan jumlah penduduk miskin secara drastis. 

“Jika kami menggunakan $3, sebanyak 40% masyarakat Indonesia mendadak miskin,” katanya, Selasa, 9 Mei 2023.

Indonesia telah berhasil menurunkan angka kemiskinan ekstrem dari 19% pada 2002 menjadi 1,5% pada 2022 dengan garis kemiskinan sebesar $1,9 PPP. Kemajuan ini, menurut Country Director Bank Dunia di Indonesia, Satu Kahkonen, merupakan waktu yang tepat menaikkan garis kemiskinan.

Bank Dunia juga mengingatkan masih banyak penduduk Indonesia yang posisinya rentan. Mereka dapat jatuh miskin meski mengacu pada garis kemiskinan yang berlaku saat ini. Data 2019 menunjukkan, ada 40% penduduk Indonesia tidak miskin yang dapat jatuh miskin jika ada guncangan ekonomi.

Faktanya

Garis kemiskinan adalah nilai pengeluaran yang dibutuhkan seseorang untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya dalam sebulan. Bank Dunia menentukan garis kemiskinan dengan menggunakan nilai tukar paritas daya beli atau purchasing power parity (PPP). PPP memungkinkan untuk mengukur biaya hidup setelah menyesuaikan dengan tingkat inflasi dan perubahan nilai tukar antarnegara. 

Caranya dengan membandingkan keranjang barang dan jasa yang sama di tiap negara. Misalnya, keranjang barang dan jasa seharga US$100 di Amerika Serikat memiliki harga sekitar Rp500 ribu di Indonesia. Ini berarti US$1 memiliki nilai yang sama dengan Rp5.000 jika mengacu konversi nilai tukar PPP.

Alhasil, menentukan PPP tidak dapat dilakukan dengan cara mengonversi dolar AS langsung ke rupiah. Bank Dunia sendiri melambangkan nilai PPP dengan dolar internasional, bukan dolar AS.

Menurut perhitungan OECD, $1 PPP setara Rp4.934,26 pada 2022. Artinya, $1,9 PPP setara Rp9.375,09. Jika garis kemiskinan dinaikkan menjadi $3,2 PPP, nilainya setara Rp15.789,63 dalam sehari pada 2022.

Bank Dunia menetapkan pengeluaran di bawah $1,9 PPP per hari sebagai garis kemiskinan ekstrem. Saat ini, Indonesia sudah berhasil mengurangi kemiskinan ekstrem dari 19% pada 2002 menjadi 1,5% pada 2022. Pada 2024, kemiskinan ekstrem ini ditargetkan menjadi 0%.

Seturut makin rendahnya tingkat kemiskinan ekstrem ini, Bank Dunia menyarankan Indonesia menaikkan garis kemiskinan. Garis kemiskinan sebesar $3,2 PPP dinilai juga sesuai dengan status Indonesia sebagai negara berpenghasilan menengah ke bawah.

Lantas, berapa persen jumlah orang miskin di Indonesia jika garis kemiskinannya dinaikkan menjadi $3,2 PPP?

Data Bank Dunia menunjukkan, tingkat kemiskinan diprediksi meningkat menjadi 15,77% pada 2022. Persentase ini juga lebih tinggi dari kemiskinan Badan Pusat Statistik yang tercatat sebesar 9,57% pada September 2022 yang menggunakan garis kemiskinan lama.

Data ini tidak sesuai dengan pernyataan Sri Mulyani yang mengatakan bahwa 40% masyarakat akan menjadi miskin jika mengikuti saran Bank Dunia. Meski persentase naik, kenaikannya tidak sebesar yang diperkirakan Sri Mulyani.

Namun, jika yang dimaksud Sri Mulyani adalah 40% penduduk dapat jatuh miskin karena masuk kategori rentan terperosok ke dalam jurang kemiskinan. Hal ini bisa saja terjadi, sebagaimana yang dikatakan juga oleh Bank Dunia. 

Grafik di atas turut menunjukkan ada periode di mana garis kemiskinan BPS bahkan lebih rendah dari standar $1,9 PPP. Tingkat kemiskinan versi BPS, baru lebih tinggi dari standar garis kemiskinan ekstrem sejak 2010.

Preseden ini dapat menjadi acuan pemerintah untuk menyesuaikan kembali garis kemiskinannya. Apalagi jika Indonesia ingin menjadi negara berpenghasilan menengah ke atas. Hal ini disebabkan, Indonesia tidak mungkin mendapat status tersebut dengan mempertahankan garis kemiskinan negara berpenghasilan rendah.

Penelitian Dean Jolliffe dkk. (2022) juga menunjukkan garis kemiskinan Indonesia lebih mendekati negara-negara berpenghasilan rendah. Meskipun status Indonesia sebagai negara berpenghasilan menengah ke bawah.

Peneliti SMERU Research Institute Asep Suryahadi mengatakan, pemerintah dapat menaikkan garis kemiskinan pada akhir periode pemerintahan. Hal ini terutama jika target menghapus kemiskinan ekstrem tercapai pada 2024.

“Idealnya begitu. Garis kemiskinan baru dihitung mulai oleh pemerintahan baru, tapi garis kemiskinan lama tetap masih dihitung untuk 1 sampai 2 tahun,” kata Asep.

Menaikkan garis kemiskinan ini pun tidak langsung menaikkan anggaran pemerintah untuk perlindungan sosial. Anggaran perlindungan sosial Indonesia di atas kertas sudah menyasar 40% penduduk dengan berpenghasilan terendah, jauh lebih tinggi dari persentase orang miskin dengan standar $3,2 PPP sekalipun.

Ini berarti anggaran perlindungan sosial tidak hanya untuk warga miskin, tetapi juga warga rentan miskin. Kementerian Sosial juga berencana memperluas Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dari 40% menjadi 60%.

Meski begitu, anggaran perlindungan sosial ini perlu lebih fokus ke masyarakat rentan miskin alih-alih mengentaskan kemiskinan sesuai dengan saran Bank Dunia. Anggaran perlindungan sosial juga perlu diarahkan untuk dapat mengurangi ketimpangan.

Bank Dunia mencatat kebijakan fiskal Indonesia hanya berdampak terbatas dalam mengurangi ketimpangan selama ini. Ketimpangan di Indonesia hanya menurun sekitar 3 poin koefisien gini melalui kebijakan fiskal.

Capaian ini masih lebih rendah dari sebagian besar negara berpenghasilan menengah ke bawah dan menengah ke atas. Sebagian besar negara tersebut dapat mengurangi ketimpangan 5 sampai 15 poin koefisien gini lewat kebijakan fiskalnya.

Referensi

Badan Pusat Statistik. Jumlah Penduduk Miskin Menurut Wilayah. (Akses 17 Mei 2023)

Jolliffe, Dean. dkk. 2022. “Assessing the Impact of the 2017 PPPs on the International Poverty Line and Global Poverty”. Policy Research Working Paper. World Bank. (Akses 17 Mei 2023.

Kementerian Keuangan. Reformasi Perlindungan Sosial, Tidak Sekedar Harapan. (Akses 19 Mei 2023)

OECD, Purchasing power parities (PPP). (Akses 19 Mei 2023)

World Bank. 2023. Indonesia Poverty Assessment: Ringkasan Eksekutif. (Akses 15 Mei 2023)

World Bank. 2023. Poverty and Inequality Platform. (Akses 17 Mei 2023)

---------------

Jika Anda memiliki pertanyaan atau informasi yang ingin kami periksa datanya, sampaikan melalui email: cekdata@katadata.co.id.