Perusahaan E-Commerce Masih Pelit Data ke BPS

Donang Wahyu|KATADATA
Penulis: Desy Setyowati
Editor: Pingit Aria
4/10/2018, 08.00 WIB

Badan Pusat Statistik (BPS) mengumpulkan data e-commerce sejak awal tahun ini. Namun, hanya 17 dari 79 target e-commerce yang mau membagikan datanya kepada BPS.

"Sebanyak 13 di antaranya termasuk top 20 dari segi jumlah kunjungan," kata Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Sri Soelistyowati di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (3/10).

Menurutnya, banyak e-commerce khawatir data tersebut bakal dibagikan kepada instansi lain, termasuk Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak. Sri pun menyesalkan sikap e-commerce tersebut. Sebab, hal-hal yang ditanyakan di dalam kuesioner sesuai kesepakatan bersama pada 15 Desember 2017 lalu, yakni: nilai dan volume transaksi; sebaran pengunjung, baik pembeli dan penjual; metode pembayaran; serta tenaga kerja.

Selama proses pengumpulan data, ia merasa sulit sekali berkomunikasi dengan pelaku e-commerce. Sebab, ada perusahaan yang tidak memuat nilai transaksi. Lalu, perusahaan penyedia layanan on-demand seperti Go-Jek dan Grab juga tidak menyertakan jumlah mitra pengemudi.

(Baca juga: E-Commerce dan Fintech Paling Menarik Minat Investor Digital)

"Kalau kuesioner sudah dibuat bersama di awal kan harusnya berkenan. Tapi ini banyak yang blank. Padahal itu sangat dibutuhkan untuk menghitung keakuratan data e-commerce Indonesia," ujarnya.

Selain itu, ada beberapa e-commerce yang mensyaratkan perjanjian kerahasiaan data (Non Disclosure Agreement/NDA). "Perlu waktu cukup lama untuk mencapai kesepakatan antara tim hukum BPS dengan tim legal mereka," katanya. Meski begitu, BPS bersedia merahasiakan data jika diperlukan.

"Kami harap e-commerce tidak khawatir karena kami dilindungi Undang-Undang (UU) Statistik. Kalau masih takut, ada yang datang dan bicara ke kami," kata Sri.

Secara umum, ia menyampaikan bahwa potensi pasar e-commerce berdasarkan data yang terkumpul saat ini cukup besar. "Tetapi belum berani kami keluarkan karena belum sesuai standar metodologi," kata dia. Hanya, ia menyampaikan bahwa 99% pekerja e-commerce merupakan Warga Negara Indonesia (WNI) yang mayoritas bekerja di luar divisi teknologi dan informasi.

(Baca juga: E-Commerce Dinilai Bisa Jadi Alat Pemerataan Ekonomi)

Sementara produk yang paling banyak dibeli lewat e-commerce adalah barang elektronik dan fesyen. Metode pembayaran yang paling banyak dipakai adalah transfer bank, sebesar 61% dari total. Sisanya, menggunakan metode pembayaran kartu kredit, uang elektronik, dan bayar di tempat (cash on delivery/COD).

Yang menarik, pembeli paling banyak berasal dari Pulau Jawa, khususnya DKI Jakarta. Sementara produsen atau penjual di wilayah ini lebih sedikit dibanding wilayah lain.

Reporter: Desy Setyowati