Beberapa e-commerce seperti Blanja.com, Elevenia, dan Blibli.com menyatakan siap mengikuti kebijakan pemerintah memungut pajak pedagang online. Namun, masing-masing e-commerce tersebut memiliki usulan kepada pemerintah.
Tax Manager Blanja.com Mochammad Jayadi Amin, misalnya, menilai wacana besaran pajak bagi Usaha Kecil dan Menengah (UKM), termasuk e-commerce sebesar 0,5% sudah cukup ideal. "Kalau dari sisi tarif sih kami rasa sudah pas," ujar dia kepada Katadata, Rabu (7/2).
Hanya saja, ia berharap agar mekanisme pemungutan pajaknya self assesment, di mana para penjual yang menghitung dan menyetorkan pajaknya sendiri, bukan dipungut melalui marketplace. Sementara, berdasarkan informasi yang diterima Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA), pemerintah berencana menjadikan marketplace sebagai penyetor pajak.
Begitu juga CEO Blibli.com Kusumo Martanto yang berkomitmen mengikuti aturan pajak yang berlaku di Indonesia. "Keberatan sih enggak. Kami harus support lah pemerintah," tutur dia.
Tetapi ia meminta agar pemerintah menjamin perlakuan yang sama (level of playing field) bagi seluruh pedagang online,termasuk bagi e-commerce asing."Kami mau pemerintah meregulasi ini, yang penting fair saja," tutur Kusumo. Saat ini pun, Blibli.com selalu membayar Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21 dan pasal 25.
Sementara, Chief Finance Office elevenia Lila Nirmandari menyatakan kekhawatiran bahwa jika hanya marketplace yang dikenakan pajak, maka para penjual akan memilih untuk berjualan di media sosial. “Kami keberatan, berarti implementasinya tidak merata.”
(Baca juga: Asosiasi Tuntut Pemerintah Berani Kejar Pajak E-Commerce Asing)
Adapun, sebelumnya idEA juga meminta agar pemungutan pajak pedagang yang bertransaksi di media sosial, dilakukan bersamaan dengan pedagang di marketplace. Tujuannya, agar pedagang tidak beralih berjualan melalui media sosial.
Menanggapi hal itu, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan bahwa masih sulit mendeteksi setiap transaksi pedagang yang berjualan melalui media sosial. Sebab, hal itu bersinggungan dengan kerahasian pribadi pengguna media sosial.
"Yang sektor informal pendekatannya, data collect-nya beda. Biasanya dilakukan estimasi, sampling. Ada mekanismenya," kata dia beberapa waktu lalu.