Agung Podomoro Buka Toko Online Barang Elektronik dari Glodok

ANTARA FOTO/Faumada Hidayatullah
Aktivitas perdagangan di pertokoan Glodok, Jakarta, 19 Juli 2017
Penulis: Asep Wijaya
Editor: Yura Syahrul
5/10/2017, 10.46 WIB

Perusahaan ini bahkan pernah menyebut, gabungan bisnis ritel offline dan online mereka akan menghasilkan US$ 25 miliar atau Rp 322 triliun dalam lima tahun ke depan. Dari angka itu, 20% ditargetkan berasal dari transaksi online.

Langkah yang diambil Matahari dengan memperluas jangkauan kepada konsumen melalui online dinilai tepat. Sebab, belum lama ini, PT Matahari Department Store Tbk menutup dua gerainya di Pasaraya Blok M dan Pasaraya Manggarai karena sepi pengunjung.

Sekretaris Perusahaan Matahari Department Store Miranti Hadisusilo menyebut alasan penutupan karena jumlah pembeli di dua gerai itu semakin sedikit. Akibatnya, kinerja Pasaraya Blok M dan Manggarai tidak sesuai dengan target yang telah ditetapkan.

Wakil Ketua Indonesian E-Commerce Association (IDEA) Bidang Kebijakan Publik Budi Gandasoebrata sudah memprediksi kian maraknya transaksi secara online. Masyarakat saat ini, kata dia, malas berbelanja di luar yang harganya lebih mahal serta harus menempuh lokasi yang jauh dan bermacet-macetan. “Orang kini mencari kemudahan,” serunya.

Indikasi itu sudah terlihat dari data Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) yang mengungkapkan pertumbuhan penjualan industri ritel anjlok 20 persen sepanjang kuartal I 2017 dibanding dengan periode yang sama tahun lalu. Pada 2016, kata Ketua Umum Aprindo Roy Mande, pertumbuhan penjualan ritel bisa mencapai Rp 40 triliun. “Tapi di kuartal I 2017 ini sepertinya kurang dari Rp 30 triliun,” kata dia.

Laju penjualan ritel yang merosot itu salah satunya disebabkan karena pergeseran perilaku konsumen. Guru besar Manajemen Universitas Indonesia Rhenald Kasali secara tegas mengatakan masyarakat Indonesia kini mengalami perpindahan (shifting) dari ekonomi konvensional ke ekonomi alternatif, salah satunya adalah digital economy.

Halaman: