Perusahaan venture building berbasis di Singapura, Momentum Works, dalam laporan terbarunya bertajuk 'Momentum Works Blooming Ecommerce in Indonesia' mencatat nilai transaksi bruto atau gross merchandise value (GMV) e-commerce di Indonesia tumbuh 91% pada tahun lalu. Pasar e-commerce ini mayoritas dikuasai perusahaan asal Singapura Shopee.
GMV e-commerce di Indonesia pada 2020 mencapai US$ 40,1 miliar atau Rp 573 triliun. Sedangkan, Shopee membukukan GMV pada 2020 sebesar US$ 14,2 miliar atau pangsa pasar 37%.
Posisi kedua diraih oleh e-commerce Tanah Air, Tokopedia, dengan pangsa pasar 35% dan GMV sebesar US$ 14 miliar. "Shopee dan Tokopedia memimpin, dengan kesenjangan yang semakin lebar ke tingkat berikutnya," kata CEO Momentum Works Jianggan Li dalam diskusi terkait laporan 'Momentum Works Blooming Ecommerce in Indonesia' pada Jumat (4/6).
Posisi pasar terbesar ketiga ditempati Lazada dengan 11% pangsa pasar dan GMV US$ 4,5 miliar. Keempat Bukalapak dengan pangsa pasar 7% dan GMV US$ 3 miliar. Sisanya, beberapa pemain e-commerce lain seperti Blibli, JD.ID, atau lainnya.
Menurut Li, Shopee bisa memimpin pasar e-commerce di Indonesia karena menjalankan strategi penargetan pasar secara masal dan bergerak cepat. Selain GMV, Shopee juga mendominasi pasar di hampir semua provinsi.
Shopee juga menyalip pasar yang sebelumnya dikuasai oleh e-commerce lainnya di beberapa daerah. Misalnya, pasar Lazada di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Banten dan Papua Barat kini dikuasai Shopee.
Untuk tingkat kunjungan situs per bulan pada 2020, Shopee juga memimpin dengan 391 juta kunjungan. Sedangkan, posisi kedua ditempati Lazada dengan 356 juta kunjungan. Ketiga Tokopedia dengan 104 juta kunjungan. Keempat, Bukalapak dengan 143 juta kunjungan.
Li juga mengatakan, Shopee mengandalkan ekosistem yang lengkap. Misalnya, dengan layanan pembayaran ShopeePay. “Dompet digital ini membuat pengguna lebih lengket," kata Li.
Selain itu, Shopee mengandalkan strategi promo untuk meraup pasar. Promosi seperti diskon besar-besaran menurutnya merupakan taktik untuk mendongkrak popularitas perusahaan.
Faktor lainnya, Shopee mempunyai keunggulan sebagai platform Internasional. Pembeli akan mendapatkan akses terhadap pilihan barang yang lebih banyak, seperti dari penjual di Tiongkok, Malaysia, Vietnam, dan negara lain.
Berbeda dengan Shopee, pesaingnya Tokopedia dan Bukalapak berfokus pada basis pengguna dan penjual lokal. Kedua unicorn Tanah Air ini juga mengandalkan produk digital dan meraup pasar Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Momentum Works juga mencatat bahwa dalam empat tahun, e-commerce di Indonesia bisa memperluas kontribusinya terhadap perdagangan Tanah Air. Pada 2016, e-commerce hanya berkontribusi terhadap penjualan perdagangan dan ritel sebesar 2%. Sedangkan, pada tahun lalu, angkanya melonjak menjadi 20%.
“Ini akan terus tumbuh. E-commerce dapat mencapai kontribusi hingga 25%-40% dari penjualan ritel di tahun-tahun mendatang,” prediksi Li. kata Li.
Sedangkan, Momentum Works juga memperkirakan, tren e-commerce ke depan akan semakin dinamis. Sebab, ada permintaan pasar yang besar terhadap belanja online di platform media sosial seperti TikTok, Instagram, dan Facebook atau disebut sebagai social commerce.
"Prediksi kami, pada 2021, ekosistem e-commerce akan semakin luas. Infrastruktur, konten seperti live-streaming, dan penyedia layanan lainnya juga akan terlibat," kata Li.
Bank Indonesia (BI) juga sempat mencatat, nilai transaksi e-commerce naik 29,6% dari Rp 205,5 triliun pada 2019 menjadi Rp 266,3 triliun tahun lalu.
Sebelumnya, mantan Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang Brodjonegoro juga menilai startup di sektor e-commerce mempunyai potensi untuk terus tumbuh pasaca-pandemi Covid-19.
"Banyak penyelenggara e-commerce yang angka penjualannya meningkat saat pandemi Covid-19. Saya melihat ke depan, orang akan terbiasa dan makin nyaman belanja online," kata Bambang dalam diskusi bertajuk ‘Hybrid Forum and Awarding: Winning The Competition In Digital Economic Era’, Kamis (3/6).
Bambang memperkirakan, ke depan juga akan banyak pemain yang mengandalkan saluran omnichannel atau gabungan online dan offline. "Perusahaan yang bertahan yakni yang adaptif," ujar Bambang.