Kerugian Induk Shopee Membengkak, Bos Kehilangan Rp 253 Triliun

shopee
Ilustrasi platform Shopee
18/5/2022, 15.15 WIB

Namun, berdasarkan data Bloomberg Billionaires Index, kekayaan CEO Sea Group Forrest Li turun dari US$ 22 miliar beberapa bulan lalu menjadi US$ 4,7 miliar saat ini. Artinya, dia kehilangan kekayaan US$ 17,3 miliar atau sekitar Rp 253 triliun.

“Dia masih kaya, tetapi tidak lagi cukup untuk masuk ke posisi 500 teratas orang terkaya di dunia,” demikian dikutip dari Bloomberg, Selasa (17/5).

Bloomberg mencatat, kekayaan bersih 500 orang terkaya di dunia memang berkurang lebih dari US$ 1 triliun tahun ini. Hal ini karena harga saham perusahaan teknologi di beberapa negara, termasuk Indonesia.

Bahkan muncul istilah Zombi Unicorn di Silicon Valley, Amerika Serikat (AS). Dikutip dari NBC News, frasa ini merujuk pada startup dengan valuasi jumbo, tetapi goyah dan membutuhkan investor untuk bertahan hidup.

Silicon Valley adalah pusat inovasi di Amerika yang mencetak banyak perusahaan teknologi raksasa seperti Apple, Facebook, Google, Netflix, Tesla, Twitter hingga Yahoo. Letaknya di selatan San Francisco, California, AS. Wilayah ini menampung sekitar 2.000 perusahaan teknologi.

Penurunan harga saham perusahaan teknologi di Silicon Valley anjlok setelah bank sentral AS, The Fed menaikkan suku bunga acuan 50 basis poin (bps). Investor beralih ke saham atau investasi lain karena kinerja beberapa unicorn di wilayah ini dinilai buruk.

Sedangkan Sea Group, kapitalisasi pasarnya US$ 70,33 miliar pada Selasa (17/5) menurut data YCharts. Nilainya turun drastis dibandingkan Oktober 2021 sekitar US$ 200 miliar.

“Sea Group akan melihat tantangan yang meningkat tahun ini,” kata Direktur Pelaksana di Blue Lotus Capital Shawn Yang. Blue Lotus Capital adalah perusahaan riset ekuitas independen di Hong Kong yang memangkas target harga saham Sea dari US$ 180 menjadi US$ 105 pada 10 Mei.

“Bisa tidak Shopee, sumber pendapatan utama Sea, mencapai target tahunan US$ 8,9 miliar hingga US$ 9,1 miliar saat menghadapi persaingan yang semakin ketat dari para pesaing termasuk Alibaba Group Holding Ltd.,” kata Yang. Selain itu, “konsumen kembali ke toko offline dengan pelonggaran pembatasan terkait Covid-19.”

Halaman:
Reporter: Fahmi Ahmad Burhan