Riset KIC: Laki-laki Lebih Doyan Belanja Online Ketimbang Perempuan

ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/wsj.
Seorang warga berbelanja secara daring melalui salah satu situs perusahaan e-commerce di Rangkasbitung, Lebak, Banten, Senin (13/12/2021).
Penulis: Lavinda
15/6/2023, 11.30 WIB

Hasil riset menunjukkan konsumen laki-laki lebih sering bertransaksi dengan nilai besar melalui platform perdagangan elektronik atau e-commerce dibanding konsumen perempuan.

Kesimpulan ini terdapat dalam hasil riset bertajuk 'Laporan Perilaku Konsumen e-Commerce Indonesia 2023' yang dilakukan oleh Kredivo bersama Katadata Insight Center atau KIC.

"Pada transaksi berdasarkan gender, rata-rata jumlah transaksi konsumen laki-laki dan perempuan hampir sama, yaitu 10 kali per tahun. Namun, laki-laki masih lebih dominan dibandingkan perempuan terkait jumlah dan nilai transaksi," ujar Direktur KIC Adek Media Roza.

Pada 2022, proporsi jumlah transaksi laki-laki dan perempuan masing-masing sebesar 59,5% dan 40,5%. 

Tak hanya jumlah transaksi, nilai uang yang dihabiskan laki-laki untuk bertransaksi pun lebih banyak dibanding perempuan. Nilai transaksi laki-laki menyumbang sebesar 60,5% terhadap total nilai transaksi pada 2022, sementara konsumen perempuan hanya 39,5%.

Faktor jenis produk yang dibeli laki-laki juga mempengaruhi besar nilai transaksi. Konsumen laki-laki lebih sering bertransaksi produk-produk yang bernilai tinggi, seperti peralatan rumah tangga, gadget dan aksesorisnya, olah raga dan hobi, serta otomotif.

Alhasil, setiap kali bertransaksi, konsumen laki-laki rata-rata mengeluarkan uang lebih besar, yaitu Rp 346.438, dibanding perempuan Rp 331.814. Pada tahun 2022, konsumen laki-laki maupun perempuan mengalami peningkatan rata-rata nilai transaksi dibandingkan tahun sebelumnya.

Meski proporsi jumlah dan nilai transaksi perempuan lebih kecil dibandingkan laki-laki, tetapi terdapat peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini sesuai dengan peningkatan persentase penduduk perempuan yang mengakses internet, dari 50,8% pada 2020 menjadi 59,1% pada 2021.

Adek menjelaskan beberapa temuan riset tahun ini semakin mengindikasikan daya beli masyarakat di e-commerce tetap terjaga selama 2022, yang merupakan masa transisi pandemi Covid-19 menuju endemi.

"Meskipun terdapat beberapa pergeseran pola belanja, kami melihat bahwa e-commerce akan tetap menjadi pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hariannya dan akan tetap menjadi penggerak utama perekonomian Indonesia," ujar Adek.

Dia berharap riset tahunan ini dapat menjadi panduan bagi para pelaku industri digital dan instansi pemerintah, terutama untuk mempersiapkan strategi dalam mengoptimalkan pemulihan ekonomi di masa pasca-pandemi.

Beberapa temuan menarik lain dari riset bertajuk 'Perilaku Konsumen e-Commerce Indonesia 2023' di antaranya:

1. Konsistensi peningkatan transaksi di kota tier 2 dan 3, dengan kenaikan sebesar 33% di 2020, 36% di 2021, dan 43% di 2022. Meski demikian, nilai transaksi masih didominasi oleh kota tier 1 yaitu sebanyak 57%. Hal ini menandakan daya beli masyarakat di kota tier 2 dan 3 yang terjaga memasuki masa pasca pandemi dan pangsa e-commerce yang semakin luas ke daerah.

2. Konsumen lebih tua semakin adaptif dengan penggunaan e-commerce dengan kenaikan konsisten dalam 3 tahun terakhir, yaitu kelompok umur 36-45 dari 19% (2020) menjadi 24% (2022), dan kelompok umur 46-55 tahun dari 4% (2020) menjadi 6% (2022). Penetrasi e-commerce yang sudah mencapai satu dekade berdampak pada daya beli konsumen lebih tua di e-commerce yang juga terus bertumbuh.

3. Memasuki masa pasca pandemi, terjadi pergeseran pola belanja masyarakat dengan perilaku belanja kombinasi online dan offline menjadi tren. Sebanyak 79,1% konsumen memilih menggunakan metode belanja kombinasi online dan offline, dengan 21% dari total presentasi tersebut lebih banyak membeli secara offline dan 58,1% lebih banyak membeli online. Sementara itu, tren belanja online tanpa kombinasi secara offline menurun dari yang sebelumnya 28% menjadi 18,7%

4. Tren pergeseran juga terlihat dari transaksi per kategori produk, dengan turunnya nilai transaksi gadget pada 2022, sebelumnya 37% menjadi 33,7% YoY. Sementara itu, terjadi kenaikan nilai transaksi di produk fesyen dari 12,9% menjadi 15,6%. Tren ini sejalan dengan mulai kembalinya aktivitas offline masyarakat di masa transisi pandemi 2022

5. Tren preferensi belanja yang beragam berdasarkan kelompok umur, status perkawinan, dan jumlah anak. Pulsa dan voucher menjadi kebutuhan paling diminati oleh konsumen berdasarkan kelompok umur, sementara konsumen lajang paling banyak bertransaksi untuk gadget, dan konsumen dengan 1-2 anak paling banyak membeli produk kategori anak dan bayi, sedangkan konsumen dengan 3-5 anak cenderung lebih fokus pada peralatan rumah tangga dan makanan

6. Meskipun secara keseluruhan transaksi 2022 meningkat dibanding 2021, terdapat penurunan di kuartal IV 2022 akibat isu resesi dan gejolak ekonomi global, dengan nilai transaksi sebesar 38,6% menjadi 33,3%.