Kementerian Perdagangan atau Kemendag mengusulkan untuk membuat positive list atau produk impor yang bisa masuk, termasuk ke e-commerce. Namun Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki tidak setuju.
Ia lebih setuju jika pemerintah mengenakan bea masuk atas produk impor US$ 100 atau sekitar Rp 1,5 juta. Namun ini berlaku untuk semua produk impor, tanpa dibeda-bedakan berdasarkan positive list.
Selain itu, barang impor yang sebenarnya sudah ada di Indonesia, dilarang masuk. Dengan begitu, barang lokal atau substitusi impor di Tanah Air akan kebanjiran pasar.
“Itu kan kebijakan hilirisasi dari Pak Presiden,” ujar Teten di kantornya, Jakarta, Senin (14/8). Program kebijakan substitusi impor untuk pengadaan barang dan jasa kementerian dan lembaga misalnya, harus membeli produk lokal.
Oleh karena itu, ia tidak setuju dengan usulan positive list.
Bea Masuk Barang Impor Rendah
Teten menyinggung soal tarif bea masuk yang rendah. Selain itu, tidak ada batas minimum produk impor yang bisa masuk ke Indonesia, termasuk lewat e-commerce.
Hal itu membuat produk impor dengan harga jauh lebih murah masuk ke pasar Indonesia. UMKM tentu tidak akan sanggup bersaing dengan pebisnis asing seperti ini.
Menurutnya seluruh negara memberlakukan pengenaan bea masuk untuk produk impor. “Sekarang ini Indonesia selalu memberi karpet merah untuk produk impor,” ujar dia.
Meski begitu, ia juga tidak menyarankan bea masuk maupun pajak yang terlalu tinggi. Hal ini guna melindungi pasar dalam negeri dari tingginya harga barang.
Impor bahan baku misalnya, masih dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas produk lokal. Sementara impor barang jadi bisa dikenakan tarif lebih mahal.