Agus Wibowo tertarik mendengar cerita kawan kantornya, Rizki Hasan yang berinvestasi melalui financial technology (fintech) peer to peer (P2P) lending. Rizki memang baru menerima modal yang ditanamkannya kepada seorang ibu pengusaha kecil di Nusa Tenggara Timur melalui fintech.

Dengan modal sebesar Rp 2 juta, Rizki mendapat imbal hasil sebesar 9% dalam waktu setahun, lebih tinggi dari bunga deposito. Tapi, bukan itu saja yang membuat Agus tertarik.

“Di fintech P2P lending, kita bisa memilih sendiri pengusaha atau proyek yang akan dibiayai, beberapa ada di daerah terpencil, jadi dampak sosialnya ada,” katanya di Jakarta, Senin (2/9).

Perusahaan financial technology (fintech) peer to peer (P2P) lending dapat menjadi pilihan untuk berinvestasi. Selain menjanjikan kemudahan karena semua prosesnya dilakukan secara online, skema ini menarik bagi milenial karena modal yang perlu disetorkan terbilang kecil, mulai dari Rp 100 ribu saja.

P2P lending merupakan suatu platform yang mempertemukan pemberi pinjaman (kreditur) dengan peminjam (debitur). Dalam P2P lending, ada ketentuan bunga untuk uang yang dipinjamkan.

Karena sifatnya pinjaman langsung, Anda bisa menanamkan modal di platform ini sebagai investor. Anda pun dapat memilih sendiri individu, badan usaha, atau proyek yang hendak Anda dibiayai.

Yang perlu diingat, investasi tak hanya menjanjikan keuntungan, tapi juga memiliki risiko. Dalam P2P lending, bisa saja Anda kehilangan dana akibat kredit macet. Untuk menghindari risiko tersebut, ada beberapa hal yang perlu Anda perhatikan:

1. Investasi di Perusahaan yang Terdaftar di OJK

Agar tidak menjadi korban penipuan, Anda harus memilih perusahaan fintech yang berstatus legal. “Gunakan yang sudah terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saja," kata Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo Samuel Abrijani Pangarepan. Daftar perusahaan-perusahaan tersebut dapat diakses di sini.

Layanan pinjam meminjam uang secara digital sudah diatur oleh pemerintah. Di antaranya, Peraturan Bank Indonesia (BI) No. 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran, Surat Edaran BI No. 18/22/DKSP perihal Penyelenggaraan Layanan Keuangan Digital, dan Peraturan BI No. 18/17/PBI/2016 tentang Uang Elektronik.

(Baca: Cegah Sengketa, 4 Tips Aman Ajukan Kredit ke Pinjaman Online)

Sedangkan aturan yang dirilis OJK, yakni Peraturan OJK No. 13/POJK.02/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital (IKD) di Sektor Jasa Keuangan dan POJK No. 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.

Salah satu fintech yang terdaftar di OJK tersebut adalah PT Mekar Investama Sampoerna. Didukung oleh oleh Putera Sampoerna Foundation, Mekar punya misi untuk berdayakan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) khususnya oleh perempuan.

“Fokus yang kami lakukan sekarang 95% dari peminjam ini adalah perempuan. Apalagi menurut riset, memang perempuan lebih bisa diandalkan, lebih tertib bayarnya dibanding laki-laki,” ujar Chief Operating Officer Mekar. Id Pandu Aditya di Kuningan, Jakarta, beberapa waktu lalu.

2. Sesuaikan dengan Kebutuhan Pribadi

Anda sebaiknya mengenali kebutuhan keungan pribadi sejak awal sebelum memulai investasi, termasuk di P2P Lending. Apakah tujuan investasi Anda itu untuk sekadar untuk dana cadangan, ingin membeli sesuatu dalam waktu tertentu, dan sebagainya. Dengan begitu, Anda bisa menentukan alokasi dana, periode investasi, dan imbal hasil yang diharapkan.

3. Proteksi Dana

Anda dapat meminimalisir risiko investasi Anda dengan memilih perusahaan fintech yang memiliki sistem dana proteksi jika peminjam gagal bayar. Melalui skema proteksi ini, Anda bisa melihat seberapa kuat komitmen perusahaan fintech terhadap investornya.

Salah satu fintech yang menawarkan proteksi dana adalah Akseleran. Perusahaan ini menawarkan asuransi kredit untuk menekan risiko gagal bayar dari peminjam dengan jaminan pengembalian dana hingga 85% dari tunggakan pokok. Selain itu, ada juga Akseleran yang berani memberi imbal hasil rata-rata antara 18% hingga 21% per tahun.

4. Pilih Kandidat Peminjam

Dalam skema P2P Lending, perusahaan fintech hanya bertindak sebagai penghubung antara Anda sebagai investor dengan peminjam. Maka, Anda harus selektif dalam pembiayaan. Buat pertimbangan yang matang, mulai dari profil peminjam, tenor, tujuan investasi, dan analisa kredit sederhana.

5. Perhitungkan Bunga dan Biaya

P2P Lending merupakan salah satu instrumen investasi yang memberikan keuntungan berupa bunga cukup tinggi. Walau patokan imbal hasil dasar hanya sekitar 5,75% per tahun, ada juga perusahaan P2P Lending yang menawarkan bunga hingga 30% per tahun.

Hanya, Anda juga harus memperhitungkan risikonya, termasuk potensi gagal bayar. Untuk menghindari hal itu, Anda dapat menetapkan kisaran bunga yang dikehendaki, misalnya antara 15% hingga 20% per tahun. 

Selain itu, Anda juga harus memperhitungkan biaya investasi Anda. Perusahaan yang baik harus bersikap transparan mengenai komponen biaya ini. Di antaranya, biaya administrasi hingga asuransi.

Modalku misalnya, mengenakan biaya sebesar 3% dari setiap pengembalian dana yang disetorkan oleh peminjam. Namun, imbal hasil yang ditawarkan mencapai 12-14%, lebih dari cukup untuk menutup biaya yang timbul.

(Baca: Sasar UMKM, Dirut Baru Beberkan Rencana BRI Miliki Fintech)

6. Mulai dengan Modal Kecil, Lakukan Diversifikasi

Hanya dengan Rp100 ribu, Anda sudah bisa memulai berinvestasi di P2P Lending. Maka, Anda dapat berinvestasi dengan kondisi keuangan tetap terjaga.

Anda juga bisa melakukan diversifikasi terhadap investasi Anda, sebab perusahaan fintech akan mengirimkan beberapa profil calon peminjam dan proyek yang butuh pendanaan. Anda pun dapat berinvestasi melalui beberapa perusahaan fintech sekaligus. Dengan melakukan diversifikasi, Anda tak akan kehilangan seluruh uang jika ada hal buruk terjadi pada salah satu proyek.

7. Tahu ke Mana Melapor

Bila Anda telah berinvestasi melalui P2P Lending dan mengalami hal yang mencurigakan, jangan ragu untuk melapor ke Satuan Tugas Waspada Investasi OJK. Anda dapat mengirim email OJK ke waspadainvestasi@ojk.go.id atau telpon ke nomor 1500 655 atau datang langsung ke Jalan Lapangan Banteng Timur 2-4, Jakarta 10710.

Yang terpenting adalah, Anda mengerti betul sistem dan penggunaan dana sebelum memutuskan berinvestasi. Berdasarkan survei dari OJK pada tahun 2013, hanya 21,84% penduduk Indonesia yang memiliki tingkat literasi keuangan mumpuni. Artinya, mereka memiliki pengetahuan dan keyakinan akan berbagai lembaga jasa keuangan serta produk jasa keuangan, termasuk fitur, manfaat dan risikonya. Mereka juga paham betuk hak dan kewajiban terkait produk dan jasa keuangan, serta memiliki keterampilan dalam menggunakannya.

Lainnya, sebanyak 75,69% memiliki tingkat literasi keuangan yang cukup, dan 2,06% yang tingkat literasi keuanggnya kurang. Selain itu, masih ada 0,41% masyarakat yang tidak memiliki pengetahuan tentang lembaga jasa keuangan serta bagaimana menggunakan produk dan jasanya.

OJK bersama pelaku industri terus berupaya meningkatkan literasi keuangan masyarakat. Di antaranya, dengan menggelar Fin Expo 2019 pada 17-20 Oktober mendatang di Kota Kasablanka, Jakarta. Anda juga bisa mendapatkan beragam promo menarik dari perbankan, asuransi, pasar modal, pembiayaan, dana pensiun, pergadaian, dan fintech selama acara berlangsung.