Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengusulkan penyusunan undang-undang tersendiri yang mengatur kegiatan financial technology (fintech). Sebab, maraknya kasus pinjaman online secara ilegal dinilai perlu penangangan khusus.
"Butuh undang-undang tersendiri sebagai naungan hukum fintech,” kata Ketua Satuan Tugas Waspada Investasi Tongam L. Tobing di Markas Besar Polri, Jakarta, Jumat (2/8). Ia menambahkan, "Seperti Undang-Undang Perbankan atau Undang-Undang Asuransi."
Tongam yang juga Direktur Dukungan Kebijakan dan Dukungan Penyidikan OJK menyatakan, OJK hanya berwenang mengawasi 113 perusahaan yang terdaftar. Sedangkan, ribuan fintech ilegal telah merugikan masyarakat.
Ia menyebut, sebanyak 1.230 fintech ilegal telah diblokir sejak tahun lalu. Di antaranya, 404 entitas diblokir pada 2018 dan 826 entitas lain ditutup per Juli 2019. "Kami ingin fintech yang melakukan kegitan tanpa izin dari otoritas berwenang dimasukkan sebagai tindak pidana," kata Tongam.
Sejauh ini, Satgas Waspada Investasi mencatat, setidaknya ada tiga jenis kasus tindak pidana kriminal yang terkait penagihan pinjaman dari fintech ilegal. Di antaranya, ada tindak pidana pengancaman, penganiayaan, serta pornografi.
(Baca: Pelanggaran Data Pribadi di Indonesia: Diperdagangkan hingga Ancaman)
Tongam menjelaskan, fintech ilegal umumnya memberikan persyaratan yang mudah untuk pinjaman uang kepada nasabah, yaitu foto dan KTP. Namun, ada juga permintaan akses kontak nasabah yang bisa dimanfaatkan untuk meneror korban, serta penggunaan data secara ilegal.
Satgas Waspada Investasi juga memberikan tips untuk sebagai tindakan preventif agar masyarakat tak terjebak pinjaman fintech ilegal. Pertama, pastikan fintech yang akan digunakan terdaftar di OJK. Kemudian, pastikan pinjaman sesuai kebutuhan dan kemampuan bayar, serta jangan buat pinjaman baru untuk menutup pinjaman lama.
Menurutnya, pinjaman online yang resmi dibatasi dalam penagihan denda maksimum hanya 100% dari utang pokok dalam 90 hari, dan bunga maksimum sebesar 0,8% per hari. Dia juga mengungkapkan, fintech legal hanya boleh membuka akses lokasi, suara, dan kamera, bukan daftar kontak nasabah.
(Baca: Kominfo hingga OJK Tanggapi Isu Fintech Pakai Data Gojek dan Grab)
Sedangkan, fintech illegal ada yang memotong pinjaman hingga 40%. Sehingga, nasabah yang pinjam Rp 1 juta bisa dapat hanya Rp 600 ribu. Selain itu, denda yang tak terbatas dan bunga tinggi juga jadi masalah yang kerap muncul dalam kasus fintech ilegal. "Kami harap masyarakat agar tidak mengakses fintech ilegal karena sangat merugikan," kata Tongam.