OJK Perketat Perizinan Fintech Pinjaman untuk Hindari Kecurangan

rawpixel/123rf
Ilustrasi. OJK memperketat perizinan fintech.
Penulis: Michael Reily
6/3/2019, 17.54 WIB

Sebanyak 145 financial technology (fintech) pinjam-meminjam (lending) mendaftar Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Selain itu, sebanyak 25 fintech pinjaman sudah terdaftar tengah mengajukan izin ke OJK. Berkaca dari banyaknya fintech pinjaman yang mengajukan pendaftaran dan izin, OJK pun memperketat proses perizinan.

Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi mengatakan, animo fintech pinjaman untuk mendapatkan lisensi sangat besar. Meski begitu, ia tetap memperketat perizinan supaya fintech pinjaman yang beroperasi di Indonesia berkualitas. "Kami tidak mengedepankan jumlah, tetapi kualitas," kata Hendrikus di Jakarta, Rabu (6/3).

(Baca: OJK Proses Pengajuan Izin 25 Fintech Lending)

Setidaknya, OJK menetapkan enam syarat bagi fintech pinjaman yang ingin mengajukan izin. Pertama, mewajibkan fintech pinjaman untuk menggunakan tanda tangan digital. Kedua, fintech pinjaman wajib mengajukan izin ke Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Ketiga, fintech pinjaman harus bekerja sama dengan penyelenggara asuransi mikro.

Keempat, menjaga hubungan dengan sistem perbankan secara baik. Kelima, fintech pinjaman wajib menggandeng penyelenggara penilai kredit (credit scoring) yang punya izin OJK. Keenam, bermitra dengan perusahaan penagihan pinjaman (debt collector) yang terdaftar di Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI)."Mekanisme virtual keuangan harus terkoneksi dengan baik," ujarnya.

(Baca: OJK Dorong Bank dan Asuransi Adopsi Empat Kode Etik Fintech Lending)

Selain itu, OJK membagi fintech pinjaman ke dalam tiga jenis. Pertama, fintech pinjaman dengan ekosistem yang tertutup. Contohnya, Gojek yang bekerja sama dengan fintech pinjaman untuk memberikan pinjaman kepada mitra pengemudinya.

Kedua, fintech pinjaman yang ekosistemnya terbuka tetapi terbatas. Fintech pinjaman jenis ini biasanya memberikan pendanaan ke petani, nelayan, petambak, atau peternak. Ketiga, fintech pinjaman yang memberikan pendanaan untuk keperluan konsumsi. Biasanya, fintech jenis ini menetapkan bunga secara harian.

Nah, Hendrikus mengutamakan izin untuk fintech pinjaman jenis pertama dan kedua. Sebab, kedua jenis fintech pinjaman ini memberikan pendanaan yang bersifat produktif. “Kami berikan skala prioritas,” kata dia. Akan tetapi, 30% dari 145 fintech pinjaman yang mendaftar ke OJK termasuk dalam kategori ketiga atau bersifat konsumtif.

Saat ini, OJK mencatat ada 99 fintech pinjaman yang sudah terdaftar. Dari jumlah tersebut, baru Danamas yang memeroleh izin OJK. Fintech pinjaman yang terdaftar sudah menyalurkan pendanaan sebesar Rp 26 triliun. Dari jumlah tersebut, total pinjaman yang belum dibayar atau outstanding senilai Rp 6 triliun.

(Baca: Januari 2019, Tekfin Sudah Salurkan Pinjaman Rp 25,92 Triliun)

Menurutnya, fintech pinjaman dibutuhkan di Indonesia. Apalagi, ia mencatat masih ada 60 juta Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang butuh pendanaan. Sementara, banyak UMKM yang sulit mendapat pinjaman dengan nilai kecil seperti Rp 10 juta. Alhasil, ada kebutuhan pendanaan bagi UMKM sekitar Rp 600 triliun yang bisa dipenuhi oleh fintech pinjaman.

Sejalan dengan ketatnya proses perizinan di OJK, AFPI pun menggelar seminar bagi pemegang saham, direksi, dan komisaris fintech pinjaman. Seminar pembekalan ini juga merupakan salah satu syarat dari OJK, untuk mendapatkan izin. Rencananya, seminar ini bakal diadakan selama satu atau dua bulan sekali.

Wakil Ketua Umum AFPI Sunu Widyatmoko mengatakan, konten yang dibahas dalam seminar adalah tentang penggunaan data pelanggan hingga penagihan. "Kami ingin mengantisipasi siapapun supaya paham tentang apa yang boleh dan tidak boleh dalam industri fintech pinjaman. Ini untuk menjadi acuan," katanya.