Asosiasi Fintech Pembiayaan Anggap Wajar Kredit Macet 7,99%

Ajeng Dinar Ulfiana|KATADATA
(ki-ka) Sri Mulyani Menteri Keuangan Indonesia, Kepala Grup Inovasi Keuangan Digital Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Triyono Gani, Perry Warjiyo Gubernur Bank Indonesia dan moderator dalam acara Indonesia Fintech Summit & Expo 2019 di Jakarta Convention Center,  Jakarta (23/9).
Penulis: Desy Setyowati
23/9/2020, 11.48 WIB

Kredit macet atau tingkat wanprestasi pengembalian pinjaman di atas 90 hari (TWP 90) layanan teknologi finansial pembiayaan (fintech lending) melonjak menjadi 7,99% per Juli lalu. Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menilai, angka ini masih wajar.

Ketua Umum AFPI Adrian Gunadi mengatakan, penurunan kualitas pembayaran terjadi karena pendapatan nasabah atau perusahaan turun akibat  pandemi corona. Kredit macet ini juga terjadi di lembaga jasa keuangan lainnya seperti perbankan dan multifinance.

“Namun TWP di bawah 8% masih di batas wajar industri fintech lending. Inilah yang perlu tetap dijaga agar kualitas pembayaran tetap baik,” kata Adrian dikutip dari siaran pers, Rabu (23/9).

Kredit macet atau TWP melonjak, karena tingkat keberhasilan pengembalian pinjaman di bawah 90 hari (TKB 90) terus menurun sejak awal tahun ini. Ini artinya keterlambatan peminjam membayar cicilan meningkat, sebagaimana terlihat pada Databoks di bawah ini:

Meski begitu, nilai penyaluran pinjaman secara akumulasi tetap meningkat, sebagaimana Databoks berikut:

“Sejalan dengan meningkatnya nilai penyaluran pinjaman, maka rasio kredit bermasalah atau TWP akan membaik,” ujar Ketua Bidang Humas dan Kelembagaan AFPI Tumbur Pardede.

Namun pertumbuhan penyaluran pinjaman secara tahunan (year on year/yoy) terus menurun. Pertumbuhannya secara berurutan sejak Januari hingga Juli yakni 239,85%, 225,58%, 208,83%, 186,54%, 166,03%, 153,23%, dan 134,91%. Padahal nilainya bisa mencapai 440,61% pada Juli 2019.

Nilai pinjaman yang masih berjalan atau oustanding pun terus menurun sejak Maret. Secara berurutan sejak Maret hingga Juli, nilainya yakni Rp 14,79 triliun, Rp 13,75 triliun, Rp 12,86 triliun, Rp 11,77 triliun, dan Rp 11,94 triliun.

Padahal jumlah peminjam meningkat dua kali lipat lebih dibandingkan Juli 2019 yang hanya 11,4 juta, kini menjadi 26,6 juta. Sedangkan jumlah pemberi pinjaman naik tipis dari 518.640 menjadi 663.865.

Tumbur mengatakan, industri fintech lending mengalami tantangan akibat pandemi Covid-19. “Ini kewajiban bersama asosiasi dan anggota untuk menjaga pertumbuhan positif industri, agar perannya meningkatkan akses pendanaan kepada  masyarakat underbanked terus meningkat,” ujar dia.

Namun Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF)  Bhima Yudhistira mengatakan, melonjaknya kredit macet dapat berimplikasi pada menurunnya kepeceryaan pemberi pinjaman atau investor. "Akan membandingkan risiko dengan tingkat keuntungan memasukkan uang ke fintech lending,” kata dia kepada Katadata.co.id, Senin lalu (21/9).

Efek lainnya, dapat menahan laju rasio penyaluran kredit terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Selain itu, “bukan tidak mungkin akan ada perusahaan fintech yang tutup permanen karena tidak sanggup bersaing dalam menjaga kredit macet,” katanya.