OJK Siapkan Aturan Khusus untuk Empat Jenis Fintech

Ajeng Dinar Ulfiana|KATADATA
(ki-ka) Menteri Keuangan Sri Mulyani, Kepala Grup Inovasi Keuangan Digital Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Triyono Gani, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dan moderator dalam acara Indonesia Fintech Summit & Expo 2019 di Jakarta Convention Center,  Jakarta (23/9/2019).
9/11/2020, 19.44 WIB

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyiapkan aturan baru terkait empat jenis teknologi finansial (fintech) yakni agregator, perencana keuangan, penilai risiko kredit (credit scoring), dan pendanaan proyek (project financing). Regulasinya akan dibuat khusus, karena penggunaannya meningkat.

Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida mengatakan, keempat jenis fintech tersebut belum memiliki aturan khusus. Dari 18 klaster, baru pinjam meminjam (peer to peer lending) dan urun dana (equity crowdfunding) yang mempunyai regulasi spesifik.

Selama ini, keempat jenis bisnis teknologi finansial itu mengacu pada peraturan OJK (POJK) Nomor 13 Tahun 2018. Regulasi ini mewajibkan penyelenggara inovasi keuangan digital (IKD) harus melalui mekanisme penelitian dan pendalaman atau regulatory sandbox.

"Kami memperkirakan, masing-masing klaster itu perlu diatur lebih lanjut," kata Nurhaida dalam diskusi virtual dan peluncuran Indonesia Fintech Society (IFSoc), Senin (9/11). "Dalam waktu dekat (empat fintech) akan diatur."

Ia mencatat, penggunaan layanan keempat jenis fintech tersebut cukup masif dan semakin dibutuhkan oleh masyarakat. Oleh karena itu, perlu ada aturan khusus guna memitigasi risiko keamanan. Ini juga untuk meningkatkan kepercayaan konsumen.

Selain itu, regulasi khusus dinilai memudahkan perusahaan berkolaborasi. "Kami buat peraturan yang berfokus kolaborasi, baik dengan perbankan maupun ekosistem lainnya," ujar Nurhaida.

Di Indonesia, ada beberapa fintech agregator seperti Cermati, Cekaja, Pinjamania, GoBear, Kreditpedia, Lifepal, dan Waqara. Platform fintech lending seperti KoinWorks pun kini menyediakan layanan agregator.

Cermati menyediakan layanan keuangan seperti pinjaman, kartu kredit, asuransi, simpanan dan uang elektronik (e-money). Ada sekitar lima hingga enam juta pengunjung ke platform setiap bulannya.

Namun, 2,9 juta data pengguna Cermati dibobol baru-baru ini. Data yang diretas berupa nama lengkap, e-mail, alamat, nomor ponsel, rekening, pekerjaan, nomor induk kependudukan (NIK), nomor pokok wajib pajak (NPWP) hingga nama ibu kandung pengguna. Data ini dijual US$ 2.200.

Sedangkan fintech perencana keuangan seperti Halofina, aplikasi besutan Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN), Jenius hingga CekAja.com. Selain itu, Jouska yang mengalami persoalan perizinan, masuk kategori ini.

Jouska bertindak sebagai manajer investasi, walaupun tidak memiliki izin. Setidaknya ada 63 orang yang merasa dirugikan oleh Jouska. Sebanyak 19 di antaranya menyebut kerugian kolektifmencapai Rp 2,2 miliar.

Satgas Waspada Investasi pun membekukan operasional Jouska, karena bertindak sebagai manajer investasi. Padahal, perusahaan terdaftar sebagai jasa pendidikan lainnya di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Untuk jenis fintech credit scoring, ada CredoLab dan Tongdun yang masuk regulatory sandbox OJK. Sedangkan jenis fintech project financing seperti Likuid Dana Bersama yang berfokus menyediakan pendanaan untuk bisnis ekonomi kreatif seperti film, kuliner, hiburan, kecantikan, kesehatan hingga e-sports.

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan