Wakil Presiden Ma'ruf Amin mendorong agar perusahaan teknologi finansial (fintech) dilibatkan dalam penyaluran bantuan sosial (bansos). Startup sektor ini dinilai punya kemampuan untuk verifikasi berbasis biometrik seperti sidik jari dan retina mata.
"Keterlibatan fintech penting untuk menyukseskan penyaluran bantuan pemerintah kepada masyarakat miskin dan rentan," kata Ma’ruf dalam acara virtual Pekan Fintech Nasional 2020, Rabu (25/11).
Ia mengatakan, pemerintah, Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan menyiapkan berbagai kebijakan yang memungkinkan fintech menyalurkan bansos ke depan. Namun, secara teknis, proses penyalurannya tetap mengandalkan perbankan.
Sedangkan perusahaan rintisan di sektor itu bisa terlibat dalam proses transaksinya. "Supaya bisa dilakukan di merchant atau toko melalui fintech, dengan otentikasi wajah (biometrik)," ujarnya.
Hal itu merupakan rekomendasi Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) dan Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech). TNP2K sudah meneliti dan mengerjakan sejumlah proyek percontohan terkait keterlibatan fintech dalam program penyaluran bantuan pemerintah, seperti elpiji bersubsidi tiga kilogram.
Pada program sembako non-tunai, TNP2K juga mengandalkan lima opsi pembayaran yakni nomor ponsel (simcard), Near-field Communication (NFC), kartu, kode Quick Response (QR), dan rekening ponsel dalam program Simpanan Keluarga Sejahtera.
Ma'ruf mengatakan, fintech mempunyai keunggulan dalam sisi teknologi. "Mempunyai inovasi. Ini menjadi kekuatan utama dalam memenangkan persaingan," kata Ma'ruf Amin.
Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti juga mengatakan, peran fintech dan teknologinya menjadi krusial bagi sektor publik seperti bansos, ke depan "Teknologi digital mampu mendorong inklusi keuangan dan efisiensi," katanya.
Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyatakan hal serupa. Pemerintah mulai menguji coba keterlibatan fintech dalam program bantuan, yakni kartu prakerja.
Berdasarkan hasil evaluasi kedua terkait program kartu prakerja, 5,3 juta penerima manfaat telah mempunyai rekening bank atau dompet digital (e-wallet).
Fintech juga dinilai bisa mengatasi persoalan data pada penyaluran bansos. Apalagi, Menteri Keuangan Sri Mulyani sempat mengatakan bahwa data menjadi hambatan penyaluran bansos.
"Selama ini terhambat karena data kementerian, lembaga, perbankan berbeda," ujar Sri Mulyani, dalam acara Fintech Summit 2020, dua pekan lalu (11/11). Datanya juga belum diperbarui sejak 2015.
Staf Ahli Bidang Teknologi Kesejahteraan Sosial Kementerian Sosial (Kemensos) Andi Dulung mengatakan, penyaluran bansos melalui platform fintech dinilai lebih efektif dan efisien, mengingat jumlah pengguna ponsel pintar di Indonesia cukup besar. Selain itu, berdasarkan survei internal kementerian, 90% penerima bantuan memiliki handphone.
Selain itu, survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan bahwa jumlah pengguna internet di Tanah Air meningkat 8,9% dibandingkan 2018, menjadi 196,7 juta per kuartal II tahun ini.
Dengan kedua pertimbangan tersebut, penyaluran bantuan untuk masyarakat miskin melalui fintech dinilai lebih efektif dan efisien. Apalagi, hanya satu juga penerima manfaat program keluarga harapan (PKH) yang memiliki rekening bank.
“Penyaluran dana masih menggunakan perbankan dan penyalurannya konvensional. Kami sadar prosesnya menjadi lambat,” kata Andi dalam acara virtual Fintech Talk, pekan lalu (18/11).
Meski dianggap potensial, penyaluran bansos melalui fintech terkendala regulasi. Kemensos menyadari bahwa regulasi tersebut perlu diubah.
Peraturan Menteri Sosial Nomor 1 Tahun 2018 tentang PKH menyatakan, proses penyaluran melalui bank penyalur ke rekening atas nama penerima. Kemudian, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 43 Tahun 2020, Nomor 228 Tahun 2016, Nomor 254 Tahun 2015, dan Nomor 254 Tahun 2015 menyebutkan bahwa penyaluran bansos tunai melalui bank atau pos.