Uang kripto dan NFT alias non fungible token tren saat ini. Perusahaan keamanan siber global Check Point® Software Technologies Ltd pun membagikan empat cara untuk mencegah kedua aset digital ini dicuri.
Berdasarkan data DappRadar, penjualan NFT meningkat 10 kali lipat tahun lalu. Selama kuartal I, II, dan III 2021, nilainya mencapai US$ 1,2 miliar (Rp 17 triliun), US$ 1,3 miliar (Rp 18,5 triliun), dan US$ 10,7 miliar (Rp 152 triliun).
Volume perdagangan di marketplace OpenSea misalnya, hampir US$ 2,7 miliar atau Rp 38 triliun selama 1 - 9 Januari.
Begitu juga dengan transaksi kripto seperti bitcoin, ethereum, dogecoin hingga shiba inu yang terus tumbuh. “Tingginya minat investor terhadap cryptocurrency karena biaya transaksi rendah dan kerahasiaan atau desentralisasi,” kata Check Point® Software Technologies Ltd dalam keterangan pers, Rabu (18/1).
Namun lonjakan transaksi itu juga membawa risiko tertentu yang bersifat ekonomi atau finansial. Salah satunya, tercatat ada ribuan insiden terkait penyebaran ransomware berbasis kripto dalam beberapa bulan terakhir.
Check Point® Software Technologies Ltd pun memberikan empat saran untuk mengamankan uang kripto dan NFT, sebagai berikut:
1. Diversifikasi dompet
Saat akan membeli uang kripto maupun NFT, investor memang harus membuat akun dompet digital terlebih dahulu. Dompet digital terbagi menjadi lima jenis yakni:
- Hot storage disimpan melalui platform penyedia layanan penyimpanan aset kripto yang terenkripsi.
- Dompet kertas, berupa secarik kertas dengan kunci privat.
- Cold storage merupakan sarana penyimpanan berbentuk perangkat fisik seperti USB. Tingkat keamanannya diklaim tinggi karena penyimpanannya di luar jaringan.
- Dompet seluler yaitu berupa aplikasi di ponsel.
- Dompet desktop, yang diperuntukkan bagi akses lewat komputer atau laptop.
Contoh dompet digital di Indonesia yakni Indodax bitcoin wallet, Curv.co dari Pintu, Electrum, Exodus, Luno Bitcoin wallet, Trezor One, dan eToro.
“Salah satu kunci untuk menjaganya (dompet digital) tetap aman yakni memiliki minimal dua dompet berbeda,” kata Check Point® Software Technologies Ltd.
Tujuannya, pengguna dapat menggunakan salah satunya untuk menyimpan dan menahan pembelian. Sedangkan dompet yang lain untuk berdagang dan bertukar kripto.
“Dengan cara ini, aset lebih terlindungi karena hanya satu dompet yang berinteraksi dengan situs eksternal dan bertukar koin. Jika penjahat dunia maya berhasil mengakses dompet perdagangan Anda melalui serangan apa pun di situs eksternal yang terhubung ke dompet, dompet lain yang dipegang tetap aman,” ujar perusahaan.
2. Mengabaikan iklan
Sering kali, pengguna mencari platform dompet melalui Google. Pada saat itu, mereka dapat membuat salah satu kesalahan terbesar yakni mengklik salah satu iklan Google Ads, yang muncul pertama kali.
“Penjahat dunia maya sering berada di balik tautan ini, membuat situs web jahat untuk mencuri mata uang Anda dari dompet digital,” kata Check Point® Software Technologies Ltd. Oleh karena itu, lebih aman membuka halaman web yang muncul lebih sedikit di mesin pencarian (browser).
3. Uji transaksi
Ada kalanya banyak orang melakukan kesalahan karena berhati-hati. Lalu penjahat dunia maya memanfaatkannya.
“Agar tidak terjerumus ke dalam salah satu jebakan mereka. Salah satu langkah yang bisa dipraktikkan yakni sebelum mengirim kripto dalam jumlah besar, terlebih dahulu mengirimkan transaksi tes dengan jumlah minimum,” ujar dia.
Dengan cara itu, jika Anda mengirimnya ke dompet palsu, akan lebih mudah untuk mendeteksi penipuan dan hanya kehilangan lebih sedikit uang.
4. Perhatian ganda untuk meningkatkan keamanan
Salah satu langkah yang harus diterapkan untuk melindungi dompet dari segala jenis serangan siber yakni mengaktifkan otentikasi dua faktor atau two-factor authentication akun. Maka, setiap transaksi tidak hanya membutuhkan kata sandi, tetapi juga langkah verifikasi lainnya.
Ketika penyerang memasukkan transaksi dengan cara yang tidak wajar, Anda akan menerima pesan untuk memverifikasi keasliannya. Ini mencegah penjahat dunia maya mendapatkan akses ke akun.