Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membuat aturan baru yang salah satu poinnya menaikan minimal modal yang mesti disetor penyelenggara teknologi finansial pembiayaan (fintech lending) atau pinjaman online. Payung hukumnya adalah Peraturan OJK Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi.
Salah satu poin yang ada di aturan itu adalah peningkatan modal disetor pada saat pendirian fintech lending menjadi paling sedikit Rp 25 miliar. Sebelumnya, minimal modal fintech lending ketika mengurusi perizinan ke OJK adalah Rp 2,5 miliar.
Aturan tersebut juga mewajibkan penyelenggara fintech lending memiliki ekuitas sebanyak Rp 12,5 miliar. Namun apakah regulasi OJK ini akan membuat jumlah penyelenggara fintech lending berkurang?
Sekretaris Jenderal Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Sunu Widyatmoko mengatakan, AFPI menyambut baik adanya ketentuan itu. Sebab, peningkatan minimal modal yang mesti disetor akan membuat fintech lending semakin berkualitas.
"Harus ada modal yang cukup untuk memastikan kegiatan operasional sesuai standar yang ada," katanya dalam konferensi pers virtual pada Jumat (22/7).
Menurutnya, saat ini beberapa penyelenggara fintech lending kesulitan memenuhi persyaratan modal tersebut. Ini dikhawatirkan akan membuat jumlah perusahaan yang ada berkurang.
Akan tetapi, setiap penyelenggara menurutnya mempunyai kiat-kiat tersendiri untuk menghadapi tantangan modal itu. "Mereka bisa berkolaborasi dengan perbankan melalui channeling atau lainnya," kata Sunu.
OJK memang telah menggodok peningkatan minimal modal disetor fintech lending ini sejak tahun lalu. Juru bicara OJK Sekar Putih Djarot mengatakan bahwa ketentuan itu bertujuan meningkatkan kualitas bisnis dan layanan pinjaman.
"Bila modalnya kecil, khawatir akan menjadi pemain kecil, sehingga tidak mampu bersaing dengan pelaku usaha yang sudah ada dan lebih besar," kata Sekar pada 3 April 2021 lalu.
Sedangkan, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira juga memperkirakan, jumlah fintech lending akan berkurang tahun ini. “Akan ada banyak konsolidasi," kata dia.
Selain karena kebijakan minimal modal disetor, menurutnya banyak fintech lending tidak bisa mengendalikan rasio gagal bayar atau kredit macet. Alhasil, penyelenggara kemungkinan besar akan tutup buku.
Diketahui, saat ini ada 102 penyelenggara fintech lending di Indonesia. Berdasarkan data dari OJK, jumlah penyaluran dana dari fintech lending ini mencapai Rp 18,6 triliun pada Mei 2022.
Nilai penyaluran tersebut naik 3,96% (month-on-month/mom) dibanding April 2022 yang sebesar Rp17,91 triliun. Sedangkan jika dilihat secara tahunan, penyaluran pinjaman meningkat sekitar 41,48% (year-on-year/yoy) dibanding Mei 2021 yang jumlahnya Rp13,16 triliun.
Sebanyak Rp7,28 triliun pinjaman atau 39,13% diberikan kepada sektor produktif. Dari jumlah itu, senilai Rp 2,4 triliun dipinjamkan untuk sektor perdagangan besar dan eceran. Pinjaman yang disalurkan ke sektor pertanian, perhutanan, dan perikanan mencapai Rp 117,4 miliar.