Setelah BI Naikkan Suku Bunga, Apakah Bunga Pinjol Ikut Naik?

ANTARA FOTO/Didik Suhartono/hp.
Sejumlah anak membaca bersama di dekat dinding bermural di kawasan Tempurejo, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (7/9/2021).
Penulis: Lenny Septiani
Editor: Yuliawati
2/9/2022, 12.36 WIB

Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 bps ke level 3,75% pada Selasa (23/8). Kenaikkan suku bunga ini akan mempengaruhi besaran bunga pinjaman online  (fintech lending) atau pinjol.

Ketua Bidang Humas AFPI Andi Taufan menjelaskan besaran bunga pinjaman fintech lending bergantung pada beberapa hal, seperti biaya dan dukungan ekosistem pendukung.

Dalam operasionalnya fintech lending banyak mengandalkan mitra e-KYC, transfer dana, credit scoring, asuransi, dan terkait penagihan (collection) untuk mitigasi risiko.

“Di samping itu, tinggi rendahnya supply atau investasi yang diperoleh dari lender turut mempengaruhi pembentukan suku bunga pinjaman,” kata Taufan kepada Katadata.o.id, Jum’at (2/9).

Taufan mengatakan bahwa kenaikan suku bunga acuan akan memberikan pengaruh terhadap turunannya. Begitu pun terhadap sektor seperti UMKM yang sebagian besar pertumbuhannya mengandalkan kredit dari lembaga jasa keuangan.

Selama periode Mei 2021- Mei 2022, fintech lending menyalurkan kredit 55% kepada sektor produktif. Sehingga turut berkontribusi bagi pertumbuhan UMKM dan pemulihan ekonomi nasional.

“Kami berharap kenaikan suku bunga acuan yang terjadi juga dapat dilihat oleh investor atau lender dari sisi potensi untuk memanfaatkan platform fintech lending sebagai alternatif investasi,” katanya.

BI akhirnya menaikkan suku bunga acuan setelah mempertahankan suku bunga di level terendah sepanjang sejarah sejak Februari 2021. Kenaikan bunga dilakukan BI di tengah risiko meningkatnya inflasi inti akibat kenaikan BBM nonsubsidi dan harga pangan.

Berdasarkan laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pendanaan melalui fintech peer-to-peer (P2P) lending tumbuh signifikan dalam lima tahun terakhir.

Pada 2018 jumlah pendanaan melalui fintech lending baru mencapai Rp 5,04 triliun. Kemudian di tahun-tahun berikutnya jumlahnya terus naik, hingga mencapai Rp 29,88 triliun pada 2021.

Adapun untuk tahun ini sampai Mei 2022 jumlah pendanaannya sudah mencapai Rp 40,17 triliun. Jika dibandingkan dengan posisi 2018, angka ini sudah tumbuh sekitar 697%.

Dana outstanding atau pendanaan yang masih beredar hingga Mei 2022 masih berpusat di Pulau Jawa, yakni sebanyak Rp 32,38 triliun. Sedangkan di luar Jawa jumlahnya sebanyak Rp 7,78 triliun. Berikut grafik Databoks: 

Reporter: Lenny Septiani