Fintech Urun Dana Salurkan Rp 713 Miliar, OJK Pantau Santara

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Sejumlah peserta menyimak paparan Direktur Inovasi Keuangan Digital Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tris Yulianta sosialisasi layanan sistem elektronik pencatatan inovasi keuangan digital di ruangan OJK 'Innovation Center for Digital Financial Technology' (Infinity), Jakarta, Selasa (29/10/2019).
Penulis: Lenny Septiani
30/12/2022, 12.11 WIB

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, startup teknologi finansial urun dana alias fintech crowdfunding menyalurkan dana Rp 713,29 miliar sejak awal tahun. Namun ada satu perusahaan yang disoroti oleh OJK, yaitu Santara.

Ada 13 startup fintech urun dana atau Securities Crowd Funding (SCF) yang beroperasi di Indonesia. Mereka menyalurkan dana 135.778 investor total Rp 713,29 miliar kepada 334 pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

"Pertumbuhan jumlah emiten dan SCF diikuti oleh peningkatan jumlah investor ritel hampir 10 kali lipat dibandingkan lima tahun terakhir," kata Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Inarno Djajadi dalam konferensi pers, Kamis (29/12).

Data itu merujuk pada jumlah investor ritel pasar modal secara keseluruhan, yakni menjadi 10,3 juta per 28 Desember. Sebanyak 58,74% di antaranya di bawah 30 tahun.

OJK Beri Sanksi Santara

OJK menyoroti fintech urun dana Santara karena dianggap melanggar peraturan. Otoritas menerima 254 panggilan masuk melalui nomor telepon 157 selama 1 Januari – 25 Desember, termasuk terkait Santara.

Rincian panggilan masuk tersebut sebagai berikut:

  • 215 pertanyaan
  • 12 dari informasi (laporan)
  • 27 pengaduan

Selain itu, terdapat 14,08 ribu pengaduan dari Aplikasi Portal Perlindungan Konsumen (APPK) selama 1 Januari - 16 Desember.

Kepala Departemen Perlindungan Konsumen OJK Agus Fajri Zam tidak memerinci jumlah aduan terkait Santara. Namun berdasarkan laman resmi, OJK mengenakan perintah tindakan tertentu kepada PT Santara Daya Inspiratama melalui surat Nomor S-231/D.04/2022 tanggal 8 November 2022.

Santara dinyatakan melanggar pasal 40 ayat 4 dan 8 POJK Nomor 57/POJK.04/2020 tentang penawaran efek melalui layanan urun dana berbasis teknologi informasi.

Santara dilarang menambah jumlah penerbit yang melakukan penawaran efek di penyelenggara. Selain itu, tidak boleh menambah pemodal sebelum seluruh efek penerbit yang berada di bawah pengawasan Santara didaftarkan pada Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) dan terdistribusi kepada seluruh pemodal.

Santara Kritik Aturan OJK

Direktur sekaligus pemegang saham Santara Mardigu Wowiek Prasantyo menyampaikan, perusahaan berdiri pada Juli 2018 sebelum adanya regulasi. Namun menurutnya, peraturan OJK saat ini masih terus dikaji dan berubah.

“Aturannya mengarahkan SCF urun dana sesuai aturan main mirip Bursa Efek Indonesia (BEI) yang sesungguhnya tidak cocok dengan sifat UKM,” kata Mardigu kepada Katadata.co.id, Rabu (28/12).

Ia mencontohkan, penerbit harus berupa PT. Sedagkan mayoritas UKM bukan berbadan usaha PT, melainkan usaha perorangan, CV, dan bahkan ada yang belum berbadan hukum.

Dari 91 perusahaan penerbit di Santara, sekitar 70% di antaranya hadir sebelum ada aturan administrasi urun dana OJK. “Dan, ternyata banyak yang merasa tidak cocok dengan regulasi ini,” ujarnya.

“Aturan-aturan itu yang memberatkan banyak penerbit di Santara,” tambah dia.

Ia menjelaskan, UKM tidak memiliki jaminan untuk mengajukan pendanaan ke bank atau mencatatkan saham perdana alias initial public offering (IPO) di BEI. Untuk mengatasi hal ini, fintech urun dana memakai blockchain sebagai pengganti ekosistem yang ada di BEI seperti kustodian, security, underwriter, penjamin emiten.

“Namun hal itu tidak diperbolehkan. Harus model BEI? Kami heran. Kami mau disrupsi dan memudahkan, justru balik ke cara klasik (oldmind), yang ribet dan penuh aturan kaku,” kata Mardigu.

Hal itu juga memperlama proses administrasi penerbit di Santara. Sebab, fintech urun dana harus memenuhi ketentuan KSEI.

Paper administrasi inilah yang dianggap membuat Santara bermasalah oleh regulator. Padahal, regulator yang tidak mau peduli dengan masalah penerbit misalnya, harus meminta tanda tangan basah,” katanya.

Jika mengikuti aturan OJK, perusahaan penerbit akan melakukan delisting dari fintech urun dana. “Ada sekitar 20 ribu investor mungkin bakal kecewa pada keputusan delisting dari platform santara karena penerbit tidak sanggup memenuhi standar KSEI,” tambah dia.

Katadata.co.id sudah mengonfirmasi keluhan Mardigu tersebut sejak Rabu (28/12). Namun belum ada tanggapan hingga berita ini dirilis.

Reporter: Lenny Septiani