Penyebab Industri Pinjol Rugi Rp135 Miliar Setelah Untung Rp4 Triliun

ANTARA FOTO/Didik Suhartono/hp.
Sejumlah anak membaca bersama di dekat dinding bermural di kawasan Tempurejo, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (7/9/2021).
Penulis: Lenny Septiani
5/4/2024, 13.30 WIB

Industri fintech lending atau pinjol merugi Rp 135,61 miliar pada Januari 2024 setelah meraup untung Rp 4,43 triliun sepanjang 2023. Otoritas Jasa Keuangan alias OJK mengungkapkan alasannya.

“OJK terus memperhatikan perkembangan laba/rugi dari fintech P2P lending. Namun demikian, pada dasarnya industri ini masih berkembang secara dinamis,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Agusman dalam keterangan kepada media, Rabu (3/4). 

Agusman mengungkapkan lebih detail faktor yang memengaruhi perolehan rugi industri pinjol pada Januari 2024, salah satunya yaitu meningkatnya biaya operasional pinjol.

“Secara pendapatan operasional meningkat 10,69% secara tahunan atau year on year (yoy). Namun peningkatan biaya operasional 19,03%,” Agusman menambahkan. 

Faktor yang menyebabkan kenaikan biaya operasional yakni peningkatan biaya ketenagakerjaan.

Berdasarkan data Statistik P2P Lending Periode Januari 2024 OJK, industri pinjol mencatatkan laba setiap bulan selama tahun lalu. Laba terkecil pada 2023 yakni Januari Rp 40,58 miliar dan tertinggi pada November Rp 608,21 miliar.

Rasio profitabilitas atau rasio laba terhadap total aset (ROA) industri pinjol turun  1,93%. Rasio laba bersih terhadap total ekuitas (ROE) menurun 3,76%. 

Sementara itu, rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) naik dari Desember 2023 89,75% menjadi 95,87% pada Januari 2024. BOPO sepanjang tahun lalu stabil di kisaran 86,7% - 89,75%.

Total ada 101 pinjol yang memiliki izin OJK. Sebanyak tujuh di antaranya syariah.

Total aset 101 pinjol tersebut Rp 7,03 triliun, dengan liabilitas Rp 3,43 triliun dan ekuitas Rp 3,6 triliun.

Startup pinjol menyalurkan pinjaman dengan nilai outstanding atau yang masih berjalan Rp 60,4 triliun. Tingkat wanprestasi pengembalian lebih dari 90 hari alias TWP 90 2,95% atau sekitar Rp 1,8 triliun.

Reporter: Lenny Septiani