Kemenhub Akan Kaji Tuntutan Ojek Online Soal Penghapusan Zonasi Tarif

Adi Maulana Ibrahim|Katadata
Ribuan driver ojek online yang tergabung dalam Gabungan Roda Dua (Garda) melakukan aksi di depan Kantor Perhubungan, Jakarta Pusat, Rabu (15/1/2020). Dalam aksinya para driver menuntut agar tarif diatur per provinsi sesuai tingkat pendapatan masyarakat di provinsi masing-masing.
16/1/2020, 08.06 WIB

Ribuan pengemudi ojek online berunjuk rasa menuntut perubahan pembagian tarif agar tidak lagi ditentukan berdasarkan zonasi, tapi dibagi per provinsi. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengaku akan menindaklanjuti tuntutan dan membahasnya dalam evaluasi tarif. 

"Untuk evaluasi tarif, prinsipnya saya lagi bahas, ini sudah dua putaran, akan bahas kembali yang mereka (pengemudi ojek online) minta," ujar Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setyadi di Jakarta pada Rabu (15/1).

Meski demikian dia tidak bisa berjanji apa yang dituntut  pengemudi ojek online dapat direalisasikan karena yang terlibat dalam penentuan kebijakan bukan hanya Kemenhub. "Saya buat ini tidak sendirian. Ada pakar, juga ada YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia), ada asosiasi," kata dia. 

Kemenhub mengevaluasi tarif ojek online sejak pekan lalu. Pembahasan evaluasi sudah dilakukan dua kali. Menurut Budi, evaluasi itu tidak menjamin adanya perubahan skema tarif. Meski demikian, tuntutan dari ribuan pengemudi ojek online tetap akan ditampung dan disampaikan saat pembahasan evaluasi.

(Baca: Gojek & Grab Respons Unjuk Rasa Ratusan Pengemudi Ojek Online Hari Ini)

Dia berpendapat, penghapusan zonasi dan menggantinya menjadi kebijakan provinsi cukup masuk akal. Menurutnya, kondisi di tiap daerah memang berbeda-beda. Tidak hanya kondisi ekonomi, tapi juga kondisi geografis.

Budi mengatakan, ketika zonasi dihapuskan otomatis itu akan membatalkan Permenhub Nomor 12 Tahun 2019 yang mengatur skema tarif. Hal itu menurutnya membutuhkan tenaga ekstra untuk merumuskan skema baru. "Tidak bisa langsung saya ikuti. Harus dibahas terus dengan banyak pihak," kata dia. 

Penghapusan zonasi tarif memang menjadi salah satu tuntutan para pengemudi ojek online dalam aksinya pada Rabu (15/1). Sekitar 500 ribu pengemudi mendatangi Kantor Kemenhub dan Istana Presiden. 

Kemenhub pun menerima 10 perwakilan pengemudi ojek online untuk berdiskusi terkait tuntutan mereka pada pukul 14.30 WIB. Ketua Presidium Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) Igun Wicaksono optimistis Kemenhub akan menyetujui agar kebijakan tarif ditentukan oleh daerah. "Nanti Gubernur atau Walikota yang akan tentukan (tarif)," ujarnya.

(Baca: Ratusan Pengemudi Ojek Online Demo, DPR Kaji Revisi UU Lalu Lintas)

Menurutnya, tarif ojek online sebaiknya ditentukan per daerah karena kondisi tiap daerah berbeda. Misalnya di daerah yang pendapatan masyarakatnya relatif rendah namun tarifnya tinggi sehingga konsumen sedikit. Ada juga yang tarifnya terlalu murah, sehingga memberatkan pengemudi ojek online.

Adapun tarif ojek online saat ini diatur Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 348 Tahun 2019 yang dibagi menjadi tiga zonasi. Zona satu terdiri dari Sumatera, Bali, serta Jawa selain Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Batas atas dan bawah tarif di wilayah ini berkisar Rp 1.850 - 2.300 per kilometer (km).

Lalu, zona dua di Jabodetabek, dengan tarif  Rp 2.000 - 2.500 per km. Zona tiga yakni Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Kepulauan Maluku, dan Papua dengan tarif Rp 2.100 - 2.600 per km. Sedangkan biaya jasa minimal di zona satu dan tiga Rp 7.000 - 10.000. Lalu, di zona dua tarif untuk perjalanan kurang dari empat kilometer sekitar Rp 8.000 - 10.000.

(Baca: Ajukan 2 Tuntutan, 10 Ribu Pengemudi Ojek Online Demo di Monas Lusa)

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan