Masa jabatan Rudiantara sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) dalam kabinet kerja bakal segera berakhir. Ia pun memberikan sejumlah saran bagi penggantinya, mulai dari pengendalian hoaks hingga ambisi agar Indonesia bisa mencetak lebih banyak unicorn.
Ia menyarankan, agar strategi untuk pengendalian konten hoaks ke depannya tetap berfokus pada literasi digital yang bersifat jangka panjang meski berbiaya mahal.
"(Literasi digital) itu tetap harus dijalankan sampai berapa pun periode menteri ke depan, karena hoaks itu tidak pernah berhenti (disebarkan). Jadi, kita harus membuat masyarakat punya resilience (ketahanan) terhadap hoaks," ujar Rudiantara
Rudiantara menyebut hoaks bahkan masih ada di negara-negara Skandinavia. Namun, masyarakat di negara-negara itu tak lantas ribut akibat hoaks. Hal ini lantaran masyarakat di sana terlatih dalam memperlakukan informasi yang mereka terima.
"Mereka sudah terbiasa (dalam memilah informasi)," ujarnya.
(Baca: Tujuh Masalah Menghadang Gojek hingga Tokopedia Sebelum Jadi Unicorn)
Ia melanjutkan, tak dibutuhkan lagi penambahan mesin AIS atau pengais konten internet untuk mengendalikan hoaks. Namun, menurutnya, ada kemungkinan penggunaan mesin pengendali konten ini bakal ditingkatkan.
"Saat ini mesin AIS bisa untuk crawling dan profiling (informasi). Mungkin saja ke depan bisa menjadi big data analytic. Jadi, kemampuan dan fungsinya bakal dikembangkan terus. Artinya di-upgrade, bukan berarti Kominfo membeli (mesin AIS) lagi, tidak (perlu)," ujarnya.
Selain pengendalian terhadap hoaks, Rudiantara pun memberi saran agar Menkominfo selanjutnya agar tetap fokus membangun infrastruktur, seperti Palapa Ring yang baru saja diresmikan Presiden Joko Widodo. Ke depan, pemerintah berencana mengorbitkan proyek Satelit Satria pada 2022.
Ia juga menyarankan agar Menkominfo selanjutnya dapat menjaga kondusivitas dan mendorong pembangunan ekonomi digital di Tanah Air sehingga target jumlah unicorn yang dipatok pemerintah dapat tercapai. Dalam wawancara bersama Nikkei Asian, ia sempat menargetkan pada tahun 2025 Indonesia memiliki 25 unicorn.
"(Target) ini pasti dapat. Asal balik lagi, infrastruktur tersedia, ekosistemnya tetap dijaga, tetap diatur namun kondusif," ujarnya.
(Baca: Rudiantara Respons Rumor CEO Gojek Bakal Jadi Wakil Menteri Digital)
Rudiantara juga optimistis bahwa hingga akhir tahun ini bakal ada unicorn baru menyusul platfrom pembayaran digital OVO beberapa waktu lalu. Ia mengatakan, dirinya sempat berbicara pada salah satu startup yang saat ini pendanaannya sudah di round E alias ronde kelima. "Nah, (startup) itu dalam 1 sampai 2 round lagi, saya yakin bakal menjadi unicorn," ujarnya.
Hanya, ia enggan merinci startup tersebut. Sebelumnya, Rudiantara sempat menyebut bahwa setelah OVO, startup di bidang pendidikan dan kesehatan berpeluang menjadi unicorn. Sebab, pemerintah menganggarkan Rp 500 triliun lebih untuk pendidikan tahun depan.
Sedangkan untuk kesehatan, pemerintah mengalokasikan lebih dari Rp 100 triliun. "Bisnis itu mengikuti aliran uang. Angka-angka itu memberikan gambaran besarnya peluang startup edutech dan healthcare menjadi unicorn di Indonesia," kata dia kepada Katadata.co.id, Senin (7/10).
Ia mengatakan, pemerintah berperan memfasilitasi atau mengakselerasi startup supaya bisa berkembang menjadi unicorn. “Kepastiannya (menjadi unicorn atau tidak) ada di tangan para investor dan modal ventura," jelas dia.
Meski memberi saran untuk menkominfo periode 2019-2024, Rudiantara tak memastikan apakah dia tak lagi menjadi menkominfo untuk periode mendatang. Ia hanya mengaku sudah memiliki rencana jika tak lagi terpilih sebagai menteri pada kabinet periode kedua Jokowi.
"Urus masjid dan kembali ke swasta," terang dia.