Komisi Persaingan Malaysia (Malaysia Competition Commission/MyCC) mendenda Grab senilai 86 juta ringgit atau sekitar Rp 292 miliar. Alasannya, decacorn asal Singapura itu dinilai melanggar regulasi terkait persaingan usaha.
Ketua MyCC Iskandar Ismail mengatakan bahwa Grab membatasi mitra pengemudinya untuk mempromosikan dan menyediakan layanan iklan kepada pesaingnya di industri berbagi tumpangan (ride-hailing). Karena itu, Grab dianggap melanggar pasal 10 Undang-Undang (UU) Persaingan.
"MyCC mencatat bahwa klausul pembatasan (terhadap mitra pengemudi) memiliki efek mendistorsi persaingan di pasar terkait,” kata dia dikutip dari Reuters, Kamis (3/10). Hal ini dinilai bisa mempersulit pemain lain untuk ekspansi.
MyCC memberi waktu 30 hari kepada Grab untuk menyampaikan keterangan terkait persoalan itu, terhitung sejak hari ini. Selain itu, jika Grab dianggap gagal mengatasi permasalahan ini, maka akan dikenakan denda keuangan harian 15 ribu ringgit.
(Baca: KPPU Gelar Sidang Dugaan Praktik Bisnis Tak Sehat Grab Akhir Agustus)
Iskandar mengatakan ada banyak aduan dari masyarakat terkait layanan Grab, terutama setelah merger dengan Uber. Karena itu. MyCC melakukan penyelidikan.
Mengacu pada regulasi terkait persaingan usaha di Malaysia, pemain yang dominan di pasar bukan merupakan pelanggaran hukum. Kecuali, perusahaan tersebut menyalahgunakan posisinya untuk menghambat pesaing lain di pasar.
Grab mengaku terkejut dengan keputusan tersebut. Sebab, startup bervaluasi lebih dari US$ 10 miliar ini menilai, praktik terkait penyediaan layanan iklan seperti ini merupakan hal biasa dalam bisnis. Kebijakan ini juga ditempuh untuk menyesuaikan iklan dengan kebutuhan konsumen.
"Kami mempertahankan posisi kami bahwa kami telah sepenuhnya mematuhi UU Persaingan Tahun 2010," kata Juru Bicara Grab. Ia menambahkan, perusahaan akan mengirimkan keterangan tertulis pada 27 November.
(Baca: KPPU Cermati Risiko Monopoli dalam Akuisisi Uber oleh Grab)
Tahun lalu, regulator juga mengatakan akan memantau kemungkinan adanya pelanggaran persaingan usaha oleh Grab, setelah mengakuisisi pasar Uber di Asia Tenggara. Akuisisi itu dilakukan pada Maret 2018.
Komisi Konsumen dan Persaingan Singapura (CCCS) pun mendenda Uber dan Grab terkait merger kedua perusahaan tahun lalu. Pemerintah Singapura menilai, kesepakatan itu menaikkan tarif layanan.
Sedangkan pemerintah Filipina menilai, merger antar Uber dan Grab membuat kualitas layanan menurun.
(Baca: Otoritas Singapura Denda Grab dan Uber Rp 142 Miliar)