Perusahaan penyedia aplikasi transportasi Uber melaporkan kerugian bersih sebesar US$ 5,24 miliar atau setara Rp 74,3 triliun pada kuartal II 2019. Dengan kerugian per saham mencapai US$ 4,72, Uber pun menjadi beban bagi Softbank, investor terbesarnya.

Kerugian tersebut membuat saham Uber terjun bebas hingga 12% pada perdagangan Kamis (8/8) waktu Amerika Serikat (AS) sebelum akhirnya ditutup melemah 4%. Dilansir dari CNBC, Jumat (9/8), pendapatan Uber pada kuartal II 2019 hanya tumbuh 14% dibandingkan tahun lalu atau sebesar US$ 3,17 miliar, setara Rp 45 triliun.

Angka itu merupakan yang terendah sepanjang sejarah Uber. Namun, CEO Uber Dara Khosrowshahi optimistis kondisi ini tak akan berlangsung lama. "Saya tidak ragu bahwa bisnis akan bangkit dan menghasilkan laba," katanya.

Dia meyakini bahwa tahun ini perusahaannya akan mengantongi banyak investasi. Kemudian, kerugian akan menyusut pada tahun 2020 dan 2021 mendatang. "Saya rasa kami bisa mengupayakan break even point," kata Khosrowshahi.

Sebagai pelopor model bisnis ride hailing, Uber masih mendominasi pasar Amerika utara dan Eropa. Meski, perusahaan taksi online seperti Lyft terus membayangi.

Kini, Uber juga mengoperasikan layanan on-demand lainnya, seperti pengiriman makanan, bike-sharing atau ojek online, dan layanan pengiriman.

Uber juga sempat menjajal pasar Asia Tenggara sebelum akhirnya hengkang pada Maret 2018 lalu. Saat itu, Grab yang merupakan pesaing Gojek mengakuisisi seluruh operasional Uber di Asia Tenggara.

(Baca juga: Grab dan Go-Jek Berebut Mantan Pengemudi Uber)

Softbank yang kini mendominasi bisnis ride hailing dunia memang tak ingin startup yang dimodalinya bersaing di ‘kolam’ yang sama. Selain Uber dan Grab, Softbank juga merupakan investor utama Ola di India dan Didi di Tiongkok.

Bisnis transportasi Uber mencatat pemesanan senilai US$ 12,19 miliar atau setara Rp 173,1 triliun pada kuartal II 2019. Adapun bisnis pengiriman makanan Uber Eats mengantongi US$ 3,39 miliar atau setara Rp 48,1 triliun. Angka ini melebihi ekspektasi analis, yakni US$ 3,51 miliar.

"Ke depan, bisnis (Uber) Eats masih sangat menjanjikan dan terus menarik  modal. Tidak hanya di AS, tapi juga di seluruh dunia," ujar Khosrowshahi.

Beberapa pekan terakhir, Uber telah memangkas sekitar 400 pekerja di tim pemasaran. Adapun jumlah mitra pengemudi Uber mencapai 30 juta orang pada tahun 2018.

(Baca juga: Masayoshi Son, Pendiri Softbank yang Gemar Berburu Unicorn)