Facebook telah menutup 878 akun, 241 halaman (pages) dan 654 grup sejak Februari hingga hari ini (13/4) pukul 11.00 WIB. Perusahaan layanan jejaring sosial asal Amerika Serikat itu juga menghapus 222 akun Instagram di Indonesia.
Kepala Kemanan Siber Facebook Nathaniel Gleicher mengatakan, divisinya fokus mengawasi pola perilaku tidak otentik yang terorganisir (coordinated inauthentic behavior/CIB) di platformnya, Instagram dan WhatsApp. Ia menjamin ada proses investigasi sebelum Facebook menutup akun.
Akun yang sudah dihapus tidak akan aktif lagi di Facebook, Instagram maupun Whatsapp sampai kapan pun. “Pemantauan ini dilakukan berkelanjutan untuk menutup akun berdasarkan perilaku mereka di Facebook,” ujar dia melalui video conference di Kantor Facebook Indonesia, Jakarta, Jumat (12/4).
(Baca: Facebook Pantau Linimasa Sebelum Hingga Setelah Pemilu)
Salah satu halaman yang dihapus adalah Permadi Arya, yang juga dikenal dengan Abu Janda . Alasannya, page ini terkait dengan kelompok Saracen. Kelompok ini menggunakan ribuan akun media sosial untuk menyebar kebencian melalui beria palsu dan hoaks.
Bahkan, salah satu halaman yang dihapus tersebut memiliki sekitar 24 ribu pengikut. Contohnya, halaman Berita Sekitar Indonesia, Brandal KeciL , serta Cinta, Harapan & Do'a. Salah satu grup yang dihapus memiliki sekitar 1,3 juta pengikut. Lalu, satu akun Instagram yang ditutup memiliki 5,6 ribu pengikut.
Akun, halaman, dan grup yang dihapus tersebut telah mengeluarkan US$ 4 untuk beriklan di Facebook. Iklan pertama muncul pada Oktober 2017 dan yang terbaru pada Maret 2019.
(Baca: Jelang Pilpres 2019, Hoaks Server KPU Menangkan Jokowi Masif Tersebar)
Nathaniel menyadari, akun-akun seperti ini punya banyak cara untuk kembali menyebar kebencian lewat media sosial. Untuk itu, ia mengerahkan tim dan mesin automatic takedown untuk mengawasi pola perilaku tidak otentik yang terorganisir ini secara berkala.
Tim bertugas memantau konten-konten yang terlewat oleh mesin. “Apabila ada pelaku yang menggunakan gambar, simbol atau username yang hampir sama, langsung dihapus. Kalau gambar atau username berbeda, tim perlu,” kata dia.
Upaya Facebook Meminimalkan Sebaran Hoaks Jelang Pemilu
Nathaniel mencatat, pola perilaku tidak otentik yang terorganisir meningkat jelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 di Indonesia. Menurut dia, peningkatan pembahasan mengenai politik di media sosial sebelum dan selama pemilu adalah hal yang wajar.
Namun, tak banyak yang tahu bahwa sesudah pemilu pun pembahasan tentang politik masih berlanjut. “Ada yang berpikir bahwa pemilu tidak adil dan lainnya, setelah pemilu,” ujarnya, pada akhir Maret lalu.
Pola perilaku seperti inilah yang dipantau oleh tim investigasi Facebook. Sebab, ia menemukan bahwa konten bisa saja terlihat baik dan tidak melanggar Standar Komunitas Facebook. Padahal, orang-orang yang terlibat dibalik konten tersebut menciptakan pemahaman yang kurang tepat mengenai identitas mereka dan apa yang mereka lakukan.