Gratis Pengiriman dan Barang Diskon Jadi Pemicu Utama Belanja Online

ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal
Pekerja memilah paket barang di gudang logistik TIKI di kawasan Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten.
Penulis: Desy Setyowati
Editor: Pingit Aria
18/9/2018, 14.00 WIB

Tingginya biaya logistik masih menjadi tantangan bagi perkembangan e-commerce di Indonesia. Keberadaan fasilitas industri dan pergudangan yang masih terpusat di Jawa membuat ongkos kirim produk-produk yang dijual secara online ke daerah lain menjadi mahal.

Konsumen pun menyadari hal ini. Aditya Endar misalnya, selalu memperhitungkan ongkos kirim ke tempat tinggalnya di Balikpapan, Kalimantan Timur, sebelum memutuskan untuk membeli barang secara online.

“Biasanya pengiriman dari Jakarta atau Jawa Barat itu kalau normal Rp 30 ribu, yang kilat bisa Rp 50 ribu per kilogram. Jadi lumayan juga,” ujarnya melalui telepon, Jumat (14/9).

Karena itu,  Aditya akan mengutamakan belanja pada toko-toko online yang menawarkan promo bebas ongkos kirim. Tapi, ia tak sendiri.

Survei Katadata Insight Center (KIC) menunjukkan, 30,53% dari 20 ribu responden menganggap program gratis ongkos kirim sebagai faktor pendorong mereka berbelanja online. Sementara, 26,28% lainnya tergoda oleh diskon. Selain itu, kualitas dan banyaknya pilihan produk menjadi pertimbangan lain masyarakat berbelanja secara online.

Survei dilakukan pada 20 ribu responden yang terdiri dari penjual dan pembeli e-commerce di 34 provinsi selama 27 Agustus-9 September 2018. Selain survei, penelitian bertajuk "Mapping Indonesian E-Commerce 2018" ini dilengkapi dengan data scrapping dari platform e-commerce dan wawancara dengan pengguna.

(Baca juga: 14 E-Commerce Siap Gelar Pesta Diskon 9.9 Super Shopping Day)

Promosi gratis ongkos kirim pun digunakan oleh beberapa perusahaan e-commerce untuk mendongkrak transaksi. Shopee misalnya, sejak awal kehadirannya telah mengusung program gratis ongkos kirim untuk transaksi dalam jumlah tertentu.

Selain Shopee, e-commerce lain menerapkan strategi ini seperti JD.ID khusus di Pulau Jawa, Bhinneka untuk produk tertentu, Lazada, dan Zalora untuk transaksi minimal Rp 300 ribu. Hanya, kampanye gratis ongkos kirim ini bisa berubah sesuai ketentuan perusahaan.

Dengan pesatnya pertumbuhan pasar dan didukung oleh berbagai program promosi yang ditawarkan, McKinsey memproyeksikan nilai pasar e-commerce Indonesia akan mencapai US$ 65 miliar atau sekitar Rp 910 triliun pada 2022. Angka itu naik delapan kali lipat dibanding tahun lalu yang nilainya US$8 miliar atau Rp 112 triliun.

Hanya, survei KIC menunjukan penetrasi e-commerce 75,77% berada di Pulau Jawa. Sementara penetrasinya di Sumatera hanya 13,51% dan Sulawesi 3,99%. Wilayah lainnya yakni Kalimantan 3,77%, Bali dan Nusa Tenggara 2,55%, serta, Maluku dan Papua 0,41%.

(Baca juga: Tokopedia dan Bukalapak Kalahkan Lazada pada Kuartal II 2018)

Kabar baiknya, pemerintah berjanji merampungkan jaringan internet backbone Palapa Ring pada akhir 2018. Para pelaku usaha e-commerce optimistis, hal ini bisa meningkatkan penjualan karena meratanya jaringan internet akan membuat pesanan datang dari segala penjuru Nusantara.

Untuk itu, perusahaan e-commerce seperti Lazada, Shopee, hingga Blibli pun berencana membangun gudang (warehouse) di daerah, supaya bisa menjangkau lebih banyak konsumen. "Pembangunan gudang, kami masih rencanakan. Masih kami lihat potensinya di mana," ujar Country Brand Manager Shopee Indonesia Rezky Yanuar.