Pemerintah Dinilai Bisa Memanfaatkan Blockchain Secara Terbatas

Donang Wahyu|KATADATA
Chatib Basri KATADATA|Donang Wahyu
Penulis: Desy Setyowati
Editor: Pingit Aria
16/8/2018, 19.52 WIB

Teknologi blockchain disebut-sebut bisa meningkatkan efisiensi dan efektivitas. Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri berpendapat, pemerintah Indonesia juga perlu mengadopsi blockchain. Sebab, dengan blockchain, pemerintah bisa mempercepat proses perizinan, perhitungan kas negara, hingga mengumpulkan data untuk membuat kebijakan.

"Blockchain bisa membawa dampak riil untuk akselerasi perekonomian Indonesia. Akses terhadap data granular, terhubung dan terbuka akan sangat berharga untuk mengambil keputusan," kata Chatib di Graha Tirtadi, Jakarta, Kamis (16/8).

Hanya, ia juga mengingatkan bahwa ada persoalan privasi dan keamanan yang harus diperhatikan sebelum mengimplementasikan blockchain. Sebab, ada data yang tidak bisa dibuka secara real time ke publik seperti kas negara. Sementara, teknologi ini memungkinkan setiap orang bertukar data secara transparan dan terdesentralisasi.

(Baca juga: Pencurian Bitcoin dari Sistem Blockchain Diklaim Butuh Rp 70 Triliun)

Guna mengatasi persoalan itu, Ketua Dewan Pengawas Asosiasi Blockchain Indonesia (ABI) Yos Ginting menyampaikan, beberapa instansi di dunia tengah memelajari modifikasi blockchain secara terbatas yang disebut zero knowledge. "Sudah ada teknologi dari improvement blockhain yang bisa membuat seseorang tahu informasi mengenai orang lain, tapi tidak detail sampai angkanya," kata dia.

Memang, modifikasi dari blockchain itu masih dikembangkan oleh beberapa instansi di dunia. Namun, menurutnya pemerintah sudah harus mempelajari pemanfaatan blockchain untuk birokrasi sedini mungkin. Dengan begitu, akan ada efisiensi dan efektivitas dari sisi pemerintahan.

Pemerintah Norwegia, misalnya, menggunakan blockchain untuk sertifikasi tanah. Menurutnya, sistem ini juga bisa diadopsi di dalam negeri, mengingat Presiden Joko Widodo menargetkan sertifikasi 7,5 juta lahan tahun ini. "Saya dan kawan-kawan bilang (pemerintah) jangan diam diri. Kalau dirasa ada yang tidak pas, ayo cari (solusinya)," ujar dia.

(Baca juga: Bursa Data HARA Kembangkan Blockchain di Sektor Pertanian)

Ketua Umum ABI Steven Suhadi menilai, desentralisasi menggunakan blockchain dari sisi pemerintahan rasanya masih sulit untuk diterapkan. "Ada aspek di pemerintah (yang prosesnya kurang) kondusif saat ini. Tapi proses di pemerintah terutama (terkait dengan) bisnis banyak yang kondusif pakai blockchain," kata dia.

Ia mencontohkan, pemerintah bisa menggunakan blockchain yang bersifat desentralisasi terkait pengadaan barang (suplaichain). Dengan begitu, penanganan inflasi semestinya bisa teratasi. Sebab, setiap daerah bisa berkirim data terkait pasokan barang di masing-masing wilayah.

Dengan segala manfaat itu, ia optimistis penetrasi blockchain oleh masyarakat di dunia bakal lebih cepat ketimbang internet. "Internet itu diadopsi sekitar 10-15 tahun sejak 1980-an. Blockchain saya rasa lebih cepat dari itu," kata dia.

Untuk mempercepat adopsi blockchain di Tanah Air, ABI bersama dengan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), dan platform data exchange HARA meresmikan Indonesia Blockchain Hub. Hub ini berfungsi untuk mengenalkan manfaat dan cara kerja blockchain terhadap masyarakat Indonesia.

"Kami sudah menandatangani kerja sama dengan tujuh universitas di Jawa Timur (Jatim)," ujar Pendiri dan CEO HARA Regi Wahyu. Selain itu, perusahaan teknologi asal Jepang turut menyalurkan dana untuk mengimplementasikn blockchain di beberapa universitas di Indonesia.

Reporter: Desy Setyowati