Huawei Incar Pasar Pengembangan Teknologi Korporasi

Arief Kamaludin|KATADATA
Penulis: Desy Setyowati
Editor: Pingit Aria
13/7/2018, 07.00 WIB

Perbankan, energi dan transportasi merupakan tiga sektor usaha yang menggunakan teknologi secara masif. Perusahaan teknologi Huawei pun menyasar ketiga industri ini agar mengadopsi teknologi mereka.

Huawei yang lebih dikenal sebagai vendor telepon seluler memang memiliki lini bisnis yang menyediakan solusi teknologi bagi korporasi.

Executive Product Manager Huawei Indonesia Arri Marsenal mencontohkan, pada sektor perbankan, penggunaan teknologi akan menurunkan biaya operasional. "Perluasan pasar perbankan bisa naik 100 kali lipat jika beralih ke branchless banking," kata Executive Product Manager Huawei Indonesia Arri Marsenal di kantornya, Jakarta, Kamis (12/7).

Ia menghitung, rata-rata bank konvensional membangun 50 kantor cabang setiap tahun. Biaya yang dikeluarkan rata-rata Rp 3,6 miliar per kantor cabang per bulan. Bila bank beralih ke strategi laku pandai atau branchless banking, biaya yang dikeluarkan hanya Rp 600 juta per Anjungan Tunai Mandiri (ATM) atau per unit agen per tahun.

(Baca juga: Huawei Rakit Ponsel di Indonesia)

Selain itu, bank bisa merekrut 1.000 hingga 5.000 agen laku pandai per tahun. Itu artinya, cakupan bank naik 20 hingga 100 kali lipat dibanding hanya membangun kantor cabang. "Apalagi kalau beralih ke digital banking, bisa tidak ada biaya," kata dia. Hanya, memang ada tambahan biaya untuk mengadopsi teknologinya seperti penyediaan virtual desktop infrastructur (VDC).

Selama ini, Huawei sudah memberikan solusi bisnis terkait teknologi dengan enam bank yakni Bank Central Asia (BCA), BCA Syariah, Bank Jabar Banten (BJB), Danamon, Bank Negara Indonesia (BNI), dan ICBC Indonesia. 

Di bidang energi, Huawei menawarkan teknologi jaringan listrik pintar atau smart grid. Alasannya menyasar sektor energi adalah karena berencana membangun pembangkit listrik baru kapasitas 56 giga watt (GW) pada 2018-2027. Dari target tersebut, porsi energi baru terbarukan (EBT) lebih dari 23% hingga 10 tahun ke depan.

Ia mengklaim, pemerintah ataupun perusahaan swasta yang menyediakan listrik bisa menghemat biaya operasional 20-30% jika menggunakan smart grid. Hal itu karena penggunaan pembangkit listrik akan lebih optimal.

Sektor transportasi, khususnya bandara juga menjadi incaran Huawei agar mengadopsi teknologi miliknya. Sebab, pemerintah berencana membangun 15 bandara di luar DKI Jakarta selama 2015-2019. Pemerintah juga berencana merenovasi 100 bandara, guna meningkatkan kemampuan manajemen penumpang.

(Baca juga: Menengok Canggihnya Kantor Cabang DBS di Singapura)

Teknologi yang ditawarkan adalah platform untuk memantau mobilitas pesawat di bandara. Selain itu, Huawei menawarkan teknologi video yang memungkinkan pihak keamanan bandara memantau setiap pergerakan pengunjung. Teknologi video ini bisa mengenali hingga lebih dari 100 wajah, sehingga pelaku kriminal yang menjadi buronan pemerintah bisa terdeteksi.

Secara umum, pendapatan dari lini solusi bisnis Huawei secara global sebsar US$ 8,4 miliar sepanjang 2017. Realisasi itu meningkat dibanding tahun sebelumnya yang sebesar US$ 5,9 miliar. Setidaknya, Huawei bekerja sama dengan lebih dari 13 ribu channel partner, 860 solution partner, dan 2.900 services partner.

Khusus untuk di Indonesia, Huawei sudah bekerja sama dengan 150 lebih channel partner, lima solution partner, dan 20 services partner. "Kami juga berikan 100 lebih certificated engineer karena kebutuhannya meningkat seiring perkembangan digitalisasi di Indonesia," kata dia.

Dari sisi pemerintahan, Huawei sudah menyediakan solusi teknologi bagi Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Perhubungan, Kementerian Sosial, dan Kementerian Keuangan. Huawei juga sudah berkolaborasi dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan PT Semen Indonesia Tbk.

Reporter: Desy Setyowati